Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman bekerja sama dengan komunitas seni Institut Teater Cinangka menyuguhkan sebuah kampanye cagar budaya yang dikemas melalui pementasan teater di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Selasa (26/11/2019).
Pementasan teater ini sebagai refleksi dari kegelisahan sebuah kondisi negatif serta dorongan untuk memperbaiki hubungan tingkah laku manusia dengan lingkungannya, termasuk lingkungan budaya dan cagar budaya. Tak heran jika Direktorat Pelestarian semakin giat melakukan kolaborasi dengan komunitas, di antaranya komunitas cagar budaya, sejarah, fotografi, komunitas seni rupa, komunitas peduli lingkungan dan lain sebagainya. Sehingga, melalui pementasan teater diharapkan mampu mengenalkan dan meningkatkan pemahaman mengenai cagar budaya kepada masyarakat luas serta menumbuhkan rasa kepedulian terhadap pelestarian cagar budaya. Memahami dan menghormati peraturan perundang-undangan.
Tidak melakukan tindakan perusakan atau pelanggaran nilai-nilai cagar budaya yang berimbas pada rusak, hancur dan musnahnya cagar budaya. Pertunjukan teater dipilih sebagai media yang diharapkan dapat memberikan nuansa yang berbeda dalam sosialisasi cagar budaya secara massal.
Untuk itu, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman sebagai lembaga pemerintah memiliki kewenangan untuk menyebarluaskan informasi pelestarian cagar budaya sesuai dengan amanat Pasal 39, Undang-Undang Republik Indonesia nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang dapat dilakukan dengan berbagai cara melalui penyuluhan, media cetak, media elektronik dan pementasan seni.
Penyebaran informasi bertujuan untuk menggerakkan pemangku kepentingan maupun masyarakat untuk turut peduli dan memahami tentang pelestarian serta mengambil bagian dalam upaya pelestarian sesuai dengan porsinya.
Sutradara dan pemain "Tutut Ingin Kaya", serta perwakilan Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. Hal ini sejalan dengan semangat pemajuan kebudayaan.
Penguatan ekosistem pelestarian cagar budaya sudah saatnya dilakukan dimulai dengan tahap penyebarluasan informasi, penguatan pemahaman masyarakat tentang pelestarian cagar budaya. Mustahil tercapai tanpa adanya keterlibatan berbagai pihak baik pemangku kepentingan maupun masyarakat. Masyarakat melalui komunitas- komunitasnya.
Cagar budaya bagi masyarakat berfungsi sebagai penggugah jiwa untuk tetap mengenang, menghargai, dan belajar dari masa lalu sebagai pemantik semangat membangun negeri di masa kini, di era keterbukaan di mana identitas dan jati diri sebuh bangsa tidak boleh tergerus dengan globalisasi. Kepingan-kepingan masa lalu yang melekat kemudian keberadaannya memberikan pengaruh di masa kini membuktikan bahwa peran penting masa lalu mampu menjadi pelajaran yang berharga demi kemakmuran di masa mendatang.
Semua kembali kepada kita selaku generasi penerus untuk tetap mempertahankannya dengan melindungi dan memanfaatkan cagar budaya dengan kegiatan positif yang mampu membangun dan memperkuat kepribadian bangsa. Di tengah arus peradaban yang penuh dengan rasa ketergantungan akan hal-hal yang bersifat materi, membuat siapa saja akan mudah takluk dan tunduk, ketika pancangan kuda-kuda tidak segera dipasang untuk bisa menyeimbangkan nafsu yang ada di dalam diri.
Ini lah tema yang diangkat ke dalam panggung teater, bahwa dalam nafsu dipengaruhi oleh keinginan berkuasa, harta dan rupa. Ketika manusia telah terlingkupi nafsu semu, segala budi pekerti musnah, abai pada sang pencipta apalagi sejarah perjalanan bangsanya. Rela melakukan apapun untuk mewujudkan keinginan termasuk mencederai peraturan undang-undang.
Tutut Suhartini, salah-seorang gadis asal Desa Sukasari, berjanji untuk mengubah nasibnya sendiri menuju ke suasana hidup yang lebih baik, setelah ditinggal Ibu dan Bapaknya mangkat ke langit. Hanya dengan cara meminta saran kepada seorang Dukun, yang kesaktiannya tidak perlu dikhawatirkan dan dicemaskan lagi.
Melalui lakon ini, akan dikisahkan perjalanan seorang Tutut, yang ingin menggapai kesenangannya dengan tidak menghadirkan sebuah jalan yang panjang. Nilai sebuah benda tinggalan masa lalu yang dihargai hanya dengan beberapa lembar. Benda yang dilindungi oleh undang-undang dan menjadi aset negara, sebuah arca emas sebagai representasi cagar budaya ikut bermain peran dalam pementasan teater ini.
Benda berharga ini dijual oleh Tutut demi menjadi kaya raya. Tanpa ia sadari, hal itu telah menjerumuskannya ke sebuah lubang yang amat dalam. Sekaligus telah mencederai suatu nilai yang tidak bisa diukur hanya dengan sejumput materi. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama segenap keluarga Institusi Teater Cinangka (ITC), mengajak bapak/ibu/saudara dan teman-teman untuk menyaksikan pertunjukan sarat makna dan pesan-pesan pelestarian cagar budaya yang akan dipentaskan pada tanggal, 26 November 2019, di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Pertunjukan ini terbuka untuk umum dan tanpa dipungut biaya.