Butuh kesabaran menunggu munculnya semburat jingga dari balik gunung Bromo. Pancaran kecantikannya tertutup kabut pagi namun keelokannya membuat semua orang menanti.
Tak hanya orang sekitar Jawa Timur namun wisatawan yang datang ke gunung Bromo berasal dari berbagai daerah, bahkan wisatawan mancanegara pun ada. Mereka rela menanti kemunculan sang gunung Bromo menyihir siapapun yang memandangnya.
Pukul 02:00 WIB dini hari suara deru mobil jeep berhenti persis di depan Villa. Pak Kandar pengendara Jeep yang khusus mengantar kami sudah lengkap dengan jaket, syal, sarung dan senter. “Mari kita berangkat ke penanjakan,” kata pak Kandar.
Sekitar pukul 02.30 kami berangkat menuju Penanjakan Bromo. Penanjakan adalah puncak tertinggi untuk melihat matahari terbit ke arah Kaldera Tengger termasuk Gunung Bromo.
Saat semua siap, jeep yang membawa kami melaju dengan kecepatan sedang. Sepanjang jalan dari penginapan yang nampak adalah pekatnya malam. Sesekali kami menyaksikan beberapa jeep menyalip kendaraan yang kami tumpangi.
Selama di dalam jeep kami hanyut dalam diam. Tak banyak kata yang keluar dari mulut. Suasana sunyi, tak ada suara selain deru mesin suara Jeep. Kami hemat bicara karena selain udara dingin pagi itu benar-benar menusuk tulang pramudi jeep juga tidak komunikatif.
Pertanyaan-pertanyaan yang kami lontarkan seringkali jawabnya singkat-singkat saja. Padahal ini kali pertama kami mengunjungi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Jawa Timur. Kami berharap dapat sepotong cerita unik tentang gunung Bromo dari orang lokal. Kami biarkan saja dia konsentrasi mengemudi di jalanan yang gelap.
Sekitar 30 menit berkendara akhirnya kami tiba di Penanjakan Bromo. Pak Kandar menunjukan arah jalan kami masuk ke Penanjakan, sementara dia menunggu di dalam Jeep. Pertama menginjak tanah Bromo jujur kami kebingungan.
Kami pun bergegas memasuki area penanjakan. Begitu masuk, kami disuguhi pemandangan deretan warung kopi dan indomie. Kami pun menuju warung kopi paling pojok.
Sambil memesan kopi dan indomie, kami berusaha mengorek informasi ke pemilik warung. Tepat pukul 03: 45 WIB, Mas Pur sang penjaga warung menganjurkan kami turun ke arah Bromo.
“Lebih baik mba-mba langsung turun sekarang cari posisi yang pas untuk mengabadikan sunrise Bromo,” kata mas Pur. Arahan itu kami amini. Bergegas kami menuju ke arah yang ditunjukkan mas Pur.
Lagi-lagi karena tidak tahu medan kami bingung harus kemana. Satu-satunya jalan adalah mengikuti wisatawan lain yang memiliki tujuan sama dengan kami. Setelah menaiki sejumlah anak tangga kami berdiri di sebuah tempat dimana sudah ada beberapa pengunjung lain membawa lengkap kamera dan handphone di tangan.
Berdiri paling depan dengan handphone seadanya, kami menunggu sunrise muncul. Menembus gelap dengan mata telanjang ditambah udara dingin membuat kami harus merapatkan jaket.
Penantian kami tak sia-sia. Tepat pukul 04.55 WIB semburat jingga muncul dibalik gunung. Kian lama, semburat itu makin jelas. “Subhanallah indahnya, inikah yang dinamakan negeri di atas awan” ucap saya.
[caption id="attachment_243890" align="alignnone" width="900"]
Pesona Gunung Bromo Menyihir Jutaan Mata
Rabu, 30 Oktober 2019 - 17:42 WIB
Baca Juga :