Antvklik - Presiden Jokowi sempat mengusap air matanya saat berbicara akan membagikan tanah untuk rakyat kecil. Lalu, bagaimana dengan nasib rakyat yang jadi korban perampasan tanah? Bersediakah Jokowi turun tangan?
Massa Badan Pembinaan Potensi Keluarga Besar (BPPKB) Banten bersama warga yang tergabung dalam Forum Korban Mafia Tanah Indonesia berunjukrasa di depan kantor BPN Tangerang Selatan, Senin (4/3/2019).
Mereka meminta Presiden Jokowi segera turun tangan untuk membantu korban perampasan tanah yang hingga kini terkatung-katung nasibnya: https://www.youtube.com/watch?v=EXKI-5H4V6s
Dalam aksi, Juru Bicara FKMTI Budiman P. Sophian membeberkan bukti -bukti sekitar 12 hektar lahan milik warga yang dikuasai dua pengembang ternama di kawasan Bintaro dan Lengkong Gudang Timur, Serpong.
Padahal warga tidak pernah menjual kepada pihak manapun. Karena itu, Budiman Sophian meminta kepada Presiden Jokowi untuk segera membantu rakyat untuk mengembalikan tanah mereka dari pengembang yang tidak pernah membeli kepada pemilik yang sah.
"Pak Jokowi sempat menangis karena melihat warga tak punya tanah dan akan membagi-bagikan tanah negara kepada rakyat kecil, tapi Pak Jokowi tolong, banyak rakyat menangis dirampas tanahnya, Pak Jokowi cinta rakyatnya, dan BPN juga harus menjalankan amanat presiden," ujar Budiman usai bertemu dengan pihak BPN Tangerang Selatan.
Budiman mengaku, ada 10 korban dengan luas bidang mencapai 12 hektar, yang diduga diserobot oleh salah satu pengembang ternama di Tangerang Selatan.
“Saat ini ada 10 bidang dengan luas 12 hektar yang berada di wilayah Lengkong Gudang Timur dan kelurahan Bintaro. Masing-masing luas bidang berbeda-beda, ada yang dua ribu sampai 2,5 hektar per bidang,” jelas Budiman.
Sutarman salah seorang ahli waris dari bidang tanah milik Rusli wahyudi mengaku telah kehilangan tanahnya hingga seluas 2,5 hektar di wilayah Lengkong Gudang Timur.
“Tanah milik Ayah saya, kami ahli waris sudah berjuang sejak 25 tahun lalu. Tapi sampai hari ini belum ada titik terang,” katanya.
Menurut Sutarman, kasus perampasan tanah itu, pertama kali diketahui keluarga tahun 1993. Saat itu, keluarganya menanyakan surat girik ke kantor kelurahan Lengkong Gudang Timur. Namun dinyatakan hilang, oleh pihak kelurahan.
“Tahun 1993 kami tanyakan surat girik tanah Ayah kami, oleh kelurahan dinyatakan hilang. Berselang waktu, di tanah ayah kami berdiri bangunan perumahan,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Sengketa Penanganan Masalah dan Pengendalian Pertanahan BPN Tangerang Selatan, Kadi Mulyono, mengatakan, para ahli waris yang datang ke Kantor BPN Tangerang Selatan, merasa hak-haknya di rampas pengembang.
“Mereka merasa hak-haknya dirampas pengembang. Maka ada beberapa langkah yang bisa diambil, pertama terhadap tanah yang fisiknya dikuasai selama beberapa tahun, dan dibayar SPPT kami meminta mereka melakukan mediasi dengan pihak pengembang sehingga diharapkan ada solusi bagi masing masing pihak,” katanya.
BPN Tangerang Selatan akan membatalkan Hak Guna Bangunan atau HGB kedua pengembang jika memang terbukti bersalah atau terjadi cacat administrasi. | Iksan Bhakti | Tangerang Selatan |