20 Tahun Reformasi, Keluarga Korban Tuntut Tuntaskan Kasus Kerusuhan Mei 98

tragedi-nisan (Foto : )

Memperingati tragedi Kerusuhan Mei 1998, keluarga korban menuntut pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk mengungkap kebenaran dan tokoh-tokoh yang bertanggung jawab di balik peristiwa tragedi berdarah yang menelan sejumlah korban tersebut.[caption id="attachment_99259" align="alignnone" width="300"] Sejumlah keluarga korban melakukan tabur bunga di pemakaman umum di kawasan Jakarta Timur, tempat dimakamkannya korban kerusuhan Mei 1998. [/caption]Minggu (13/5), puluhan keluarga korban tragedi Kerusuhan Mei 1998 memperingati 20 tahun terjadinya tragedi tersebut. Mereka di antaranya melakukan tabur bunga di depan Mal Citra Klender, Jakarta Timur, yang dilanjutkan dengan doa bersama dan tabur bunga di pemakaman massal  korban tragedi Kerusuhan Mei 1998 di Tempat Pemakaman Umum Pondok Rangon, Jakarta Timur.Mal Citra Klender yang sebelumnya bernama Yogya Plaza adalah salah satu mal yang dibakar massa saat peristiwa kerusuhan pada 13-15 Mei 1998. Sedangkan di TPU Pondok Rangon, tabur bunga dilakukan di 113 makam khusus untuk korban tragedi tersebut, yakni Blad 27 Blok AA1.Di pemakaman massal 113 korban tragedi Kerusuhan Mei 1998 tersebut semua batu nisan tidak bernama. Semua korban tersebut tidak bisa dikenali karena tewas terbakar di Yogya Plaza--saat itu--yang kini dikenal sebagai Mal Citra Klender.Turut hadir memperingati tragedi Kerusuhan Mei 1998 di antaranya Komunitas Tionghoa korban tragedi Kerusuhan Mei 1998, keluarga korban tragedi Trisakti-Semanggi, dan Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia.Di depan prasasti tragedi Kerusuhan Mei 1998 mereka menyampaikan pernyataan bersama. Di antaranya menuntut keadilan dan komitmen pemerintahan Joko Widodo untuk mengungkap kebenaran dan tokoh-tokoh yang bertanggung jawab di balik peristiwa tragedi berdarah yang menelan korban jiwa tersebut.Hingga kini, tragedi yang terjadi pada 13-15 Mei 1998 itu belum diusut tuntas, termasuk insiden kebakaran di Mal Citra Klender. Peristiwa kala itu dipicu oleh aksi demonstrasi masyarakat Indonesia untuk melengserkan pemerintahan Presiden Soeharto. Tapi nyatanya, malah berujung malapetaka bagi sejumlah orang tak bersalah."Kami di sini berdoa dan menabur bunga untuk mengenang jiwa-jiwa saudara-saudara kami, anak-anak kami yang dihilangkan begitu saja oleh pemerintah. Padahal itu perbuatan yang tidak berperikemanusiaan," ujar salah satu ibu yang anaknya menjadi korban kerusuhan.Sang Ibu mengaku sudah mengikuti 537 kali aksi Kamisan yang digelar di seberang istana kepresidenan. Namun, pemerintah belum dapat mengungkap kasus tersebut. "Sudah 20 tahun reformasi. Selama itu pula kami menggelar aksi Kamisan agar pemerintah tidak diam. Tapi, kasus ini belum terselesaikan.”Para keluarga korban menilai lembaga pemerintah selama ini seperti saling lempar tanggung jawab dalam penyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat tersebut.Laporan Shandi March dan Agam Wifta Renal