Jenazah Danarto, 77 tahun, sastrawan Indonesia yang meninggal di Jakarta, tiba di kampung halamannya di Dusun Karangdowo, Kelurahan Sragen Tengah, Sragen, Jawa Tengah. Jenazah dibawa melalui jalur darat dari kediamannya di Jakarta, Rabu (11/4) sekitar pukul 06.30 WIB dan tiba di kampung halamannya di Sragen sekitar pukul 15.30 WIB.
[caption id="attachment_94166" align="alignnone" width="300"] Jenazah sastrawan besar Indonesia, Danarto, tiba di kampung halamannya di Sragen. [/caption]
Isak tangis mengiringi kedatangan jenazah saat peti mati dibawa masuk ke rumah duka. Keluarga, kerabat, dan teman-teman seniman almarhum tak mampu menyembunyikan kesedihan mereka.
Menurut Endang Waryono, kakak ipar almarhum, adiknya dipulangkan ke kampung halaman karena permintaan almarhum sewaktu masih hidup yang ingin dimakamkan di kampung halaman.
Kali pertama mendengar kematian Danarto, keluarga mengaku sempat tidak percaya. Danarto selama ini diketahui baik-baik saja. Setelah dipastikan kebenarannya, jenazah akhirnya langsung dibawa pulang sesuai keinginannya semasa hidup.
Sementara itu, Sosiawan Leak, teman seniman almarhum dari Solo, mengatakan bahwa Danarto merupakan sosok yang selalu memberikan inspirasi bagi kami sesama seniman untuk terus berkarya. Menurut Sosiawan, Danarto adalah sastrawan jenius dan banyak menelurkan karya sastra bermutu.
Sebelum diberangkatkan ke Tempat Pemakaman Umum Desa Kroyo, jenazah disalatkan dan dilepas oleh Wakil Bupati Sragen, Dedy Enriyatno. Danarto merupakan sastrawan Indonesia kelahiran Sragen, 17 Juni 1940.
Danarto meninggal akibat ditabrak sepeda motor saat menyeberang di kawasan Jalan Kampung Utan, Ciputat, Jakarta, Selasa (10/4) siang. Meski sempat dilarikan ke rumah sakit, nyawanya tak tertolong. Danarto meninggal di usia 77 tahun di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta, sekitar pukul 20.54 WIB.
Danarto selain dikenal sebagai sastrawan dia juga dikenal sebagai seniman besar. Selama kuliah di ASRI Yogyakarta, dia aktif dalam Sanggar Bambu pimpinan pelukis Sunarto Pr, dan ikut mendirikan Sanggar Bambu Jakarta. Tahun 1979-1985 bekerja di majalah Zaman, tahun 1976 mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, Amerika Serikat. Tahun 1983 menghadiri Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda. Ia juga pernah mengikuti program menulis di Kyoto, Jepang.
Ia pernah bergabung dengan Teater Sardono, yang melawat ke Eropa Barat dan Asia, 1974. Di samping berpameran Kanvas Kosong (1973) ia juga berpameran puisi konkret (1978). Sebagai pelukis ia pernah mengadakan pameran di beberapa kota. Ia juga pernah menjadi penata artistik dalam pentas Oedipus yang disutradarai Rendra.
Sejumlah karyanya yang terkenal, di antaranya kumpulan cerpen Godlob (1975), kumpulan cerpen Adam Ma'rifat (1982), dan buku Orang Jawa Naik Haji (1983). Cerpen-cerpennya pernah diterjemahkan oleh Harry Aveling dalam buku Abracadbra (Singapura, 1978), dan dimasukkan dalam From Surabaya to Armageddon (Singapura, 1978).
Dan Indonesia pun kini kehilangan salah satu satrawan dan seniman besarnya.
Laporan Effendy Rois dari Solo, Jawa Tengah.