GAEPI Sebut Arogansi Brand Asing Tidak Bisa Dicuci dengan Donasi

GAEPI Sebut Arogansi Brand Asing Tidak Bisa Dicuci dengan Donasi (Foto : Ilustrasi-Pixabay)

Antv – Aksi donasi para produsen asing tidak diiringi dengan kesadaran terhadap sensitivitas isu Palestina dan upaya meningkatkan nilai tambah bagi perekonomian lokal, tetapi hanya gimmick artifisial untuk meredakan tekanan gerakan boikot.

Sejumlah perusahaan yang diboikot masyarakat Indonesia karena dinilai bersimpati atau mendukung Zionis Israel kini berbondong-bondong menyalurkan donasi untuk Palestina.

Problemnya, aksi donasi ini tidak diiringi dengan kesadaran terhadap sensitivitas isu Palestina dan upaya meningkatkan nilai tambah bagi perekonomian lokal, tetapi hanya gimmick artifisial untuk meredakan tekanan gerakan boikot.

Koordinator Nasional Gerakan Afirmasi Ekonomi Produk Indonesia (GAEPI) Arisakti Prihatwono menilai, tekanan dari gerakan boikot anti Zionis Israel sudah mulai dirasakan para brand asing.

"Informasi yang kami terima, gerakan boikot sudah berdampak pada daily, weekly, dan monthly demand dan sales para produsen asing, yang membuktikan sensitivitas isu Palestina bagi publik Indonesia dan efektivitas gerakan boikot tersebut," katanya, Rabu (29/11).

Namun, menurut Rico, demikian ia biasa disapa, para brand asing yang diam-diam mulai panik itu masih menunjukkan arogansi, ignoransi, dan insensitivitas terhadap isu Palestina.

Ini bisa dilihat misalnya dari pernyataan dan rilis pers yang dikeluarkan beberapa produsen asing yang masih berdalihkan pada argumentasi yang ambigu atau menyalahkan publik seperti "menyesalkan kesalahpahaman terhadap pernyataan di media sosial", "tidak memihak pada pihak manapun", atau "mengutuk semua jenis kekerasan dan terorisme".

Rico menilai, dengan posisi psikologis yang masih arogan, ignoran, dan insensitif itu sejatinya juga menunjukkan para produsen asing memandang remeh sikap masyarakat Indonesia, yang selama ini telah menjadi konsumen yang setia terhadap produk dan jasa mereka.

"Karenanya, aksi donasi yang ramai-ramai dilakukan brand asing sesungguhnya hanya gimmick artifisial untuk meredakan tekanan gerakan boikot," ujarnya.

Selain nilai donasi yang sejatinya relatif kecil dibandingkan revenue yang selama ini dikumpulkan para brand asing atau belanja iklan yang mereka gelontorkan, Rico juga mempertanyakan beberapa "pernyataan donasi" yang tidak disertai dengan bukti penyerahan dan distribusi.

"Kalau diserahkan ke lembaga amil zakat dan sedekah atau lembaga lain yang memang terbukti sudah menyalurkan bantuan ke Palestina, itu sudah oke. Tapi kalau tidak? Bagaimana kita bisa tahu?" katanya.

Oleh karena itu, Rico meminta masyarakat Indonesia untuk terus melanjutkan aksi boikot terhadap brand asing yang dinilai bersimpati atau mendukung Zionis Israel.

Selain karena konflik di Palestina masih akan berlanjut lantaran yang terjadi saat ini hanya jeda kemanusiaan yang berlangsung singkat dan bukan gencatan senjata yang berlangsung lama, aksi boikot terbukti mampu mengangkat permintaan terhadap brand atau produk lokal Indonesia.

Brand atau produk lokal Indonesia yang kualitasnya terbukti mampu bersaing dengan brand dan produk asing seharusnya menjadi pilihan utama konsumsi masyarakat Indonesia.

Apalagi Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah lama mencanangkan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) yang bertujuan untuk memajukan produk-produk lokal Indonesia dan meningkatkan kepercayaan diri bangsa terhadap potensi dan kualitas produk buatan dalam negeri.

Lewat Keppres No. 15 Tahun 2021, Presiden Joko Widodo sudah membentuk Tim Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Kebijakan ini lantas didorong Inpres No. 2 Tahun 2022 yang berisi instruksi antara lain untuk menetapkan dan/atau mengubah kebijakan atau peraturan perundang-undangan untuk mempercepat peningkatan penggunaan produk dalam negeri dan pemberdayaan usaha mikro, usaha kecil, dan koperasi.

Seluruh kebijakan ini didorong oleh semangat mulia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar domestik dan global.

Menurut Rico, aksi boikot bela Palestina sejauh ini terbukti mampu mengerek permintaan dan penjualan produk-produk lokal Indonesia.

Namun, untuk bisa menjamin keberlangsungan dukungan dalam jangka panjang bagi para local champion, gerakan boikot ini harus terus dipertahankan dan diperluas.

"Mari lanjutkan terus aksi boikot produk asing demi mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia," tandasnya.