Aksi Protes di Depan KPK Soal Proses Laporan Indikasi Korupsi DJPL Tambang di Bintan

Demo LSM Kodat86 Bintan di KPK (Foto : istimewa)

"Mantan Bupati Bintan periode 2006-2011 dan 2011-2016, Ansar Ahmad, diduga menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan terhadap DJPL pascatambang di Bintan periode 2010-2016, diduga telah menarik simpanan DJPL di PD BPR Bintan karena beberapa alasan."

"Alasan pertama, Kepala PD BPR diangkat dan diberhentikan oleh Bupati Bintan. Kedua, rekening setoran DJPL pascatambang di PD BPR Bintan semuanya atasnama Bupati Bintan QQ perusahaan tambang. Ketiga, perusahaan tambang tidak bisa menarik setoran DJPL pascatambang tanpa persetujuan dan rekomendasi dari Bupati Bintan," bebernya.

Cak Ta'in mengungkapkan, DJPL pascatambang tersebut seharusnya disetor perusahaan dalam jumlah triliunan rupiah, jika dihitung dan diterapkan secara benar.

"Diduga ada konspirasi dan toleransi dengan kompensasi antara Bupati Bintan saat itu dan para pengusaha tambang di Bintan agar bisa membayar setoran DJPL sebatas gugur kewajiban dan mendapatkan ijin eksplorasi tambang," ungkapnya.

Cak Ta'in Komari menjelaskan bahwa berdasarkan hasil investigasi yang mereka lakukan pada pertengahan Desember 2022 menunjukkan sejumlah lahan bekas tambang dibiarkan rusak tanpa dilakukan reklamasi dan rehabilitasi lingkungan.

"Sehingga menjadi pertanyaan besar hilangnya DJPL pascatambang yang disetor di BPR Bintan yang hampir setiap akhir tahun kasnya kosong," ungkapnya. 

Lebih jauh, Cak Ta'in mengatakan bahwa Bupati Bintan saat ini, Roby Kurniawan, yang adalah anak kandung Gubernur Kepri Ansar Ahmad tiba-tiba membuat program Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan bantuan dari KLH dan menggunakan APBD.