www.antvklik.com - Berbagai cara dilakukan untuk melestarikan seni tradisional yang ada di daerah. Di Rembang, Jawa Tengah, panitia sedekah bumi menggelar lomba pacuan kuda tradisional yang diikuti oleh para joki dari berbagai desa. Tidak sembarang orang berani mengikuti lomba pacuan kuda tradisional ini karena selain tanpa perlengkapan pelindung tubuh, para joki harus piawai mengendalikan kudanya agar tidak menabrak penonton yang memadati pinggir lintasan lomba pacuan kuda.
[caption id="attachment_56302" align="alignright" width="300"] Sapi-sapi yang hendak dijadikan lomba[/caption]
Ratusan warga mulai anak kecil, bapak- bapak bahkan ibu-ibu, beramai-ramai memadati lapangan sepakbola Desa Karangsari, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, pagi tadi. Namun kedatangan mereka di lapangan olah raga ini tidak untuk menyaksikan pertandingan sepakbola, melainkan balap kuda yang memang digelar oleh pihak desa setempat untuk meramaikan acara sedekah bumi setiap tahunnya.
Acara balapan kuda tersebut memang sudah ditunggu-tunggu warga, setiap desa ini merayakan sedekah bumi. Tidak hanya warga sekitar, namun juga dari warga diluar Kecamatan Sulang yang sengaja datang untuk menyaksikan salah satu hiburan murah yang memang jarang sekali dijumpai.
Lomba balapan kuda ini diikuti oleh 12 peserta yang tidak hanya berasal dari warga Desa Karangsari, namun juga dari desa lain seperti Desa Ngadem dan Jeruk, Kecamatan Kaliori. Tidak sembarang orang berani mengikuti lomba pacuan kuda tradisional ini.
Pasalnya, selain tanpa perlengkapan pelindung tubuh, seperti helm, pelana dan sepatu, para joki harus piawai mengendalikan kudanya agar tidak menabrak penonton yang memadati pinggir lintasan lomba pacuan kuda.
Sebelum lomba dimulai, para pemilik kuda dan official tim
mempersiapkan kuda kuda mereka dengan memberikan jamu makanan, dan memijat tubuh kuda agar larinya kencang.Setelah dipanggil panitia melalui pengeras suara, para jokipun bersiap di atas kudanya masing- masing.
[caption id="attachment_56304" align="alignright" width="300"] salah satu warga yang mengikuti lomba[/caption]
Saat panitia lomba mengibarkan bendera start, para joki kuda langsung memacu kudanya untuk lari. Agar kuda mau berlari dengan kencang, para joki memecut tubuh bagian belakang kuda menggunakan alat cambuk atau
pecut dari rotan.
karena kurang konsentrasi dalam mengendalikan kudanya, sejumlah peserta terjatuh setelah kudanya hilang kendali dan menabrak penonton yang berjubel dipinggir lintasan lomba pacuan kuda. Beruntung sang joki dan penonton tidak mengalami luka luka yang serius.
Meski harus bertaruh nyawa, para joki mengaku senang bisa mengikuti lomba pacuan kuda tradisional ini. Selain bisa menghibur warga, mereka juga bisa menyalurkan hobi berkuda yang mereka gemari sejak masih duduk di bangku SD.
Menurut ketua panitia lomba, Rikwanto, lomba pacuan kuda tradisional ini diselenggarakan dalam rangka sedekah bumi. Di babak penyisihan, peserta dibagi 4 grup, masing-masing grup terdari atas 3 pembalap.
Mereka akan melakukan balapan dengan 3 putaran, yang mencapai garis finish pertama akan melaju ke babak final. Setelah berhasil menemukan empat nama yang terdepan dalam tiap grup, keempat finalis ini akan bersaing memperebutkan posisi juara satu, dua dan tiga dengan melintasi lintasan balap sebanyak 5 kali putaran.
Delain peserta dari desa-desa yang ada di Kabupaten Rembang, lomba pacuan kuda tradisional ini juga melombakan kelas eksibisi yang pesertanya berasal dari sejumlah kabupaten disekitar Rembang.
Balap kuda tradisional ini adalah salah satu tradisi lokal dari beberapa desa di Kabupaten Rembang yang terus dilestarikan oleh warga setempat.Kesenian pacuan kuda tradisional ini sudah ada sejak zaman Majapahit.
Saat itu, Pangeran Sri Sawardana, adik penguasa Lasem, Bhree Lasem, atau Dewi Indu, berniat membentuk prajurit. Selain di desa Karangsari, Kecamatan Sulang, lomba serupa setiap tahun juga digelar di Desa Ngadem, Ngotet, dan Desa Pengkol,Kecamatan Kaliori, Rembang.
Tradisi sedekah bumi merupakan tradisi yang dipertahankan masyarakat pesisir timur Jawa Tengah, sebagai ungkapan syukur masyarakat karena telah berhasil menikmati rezeki yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa.
Balap kuda tradisional ini juga bisa menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan yang ingin berkunjung di Kabupaten Rembang.
Demikian Laporan Abdul Rohim dari Rembang, Jawa Tengah.