Seorang peneilti Indonesia di Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Boston, Amerika Serikat, berhasil membuat panell surya berbiaya rendah. Lalu kapan panel surya buatannya dapat diproduksi massal?
Di tengah mahalnya tarif listrik, para peneliti berlomba-lomba membuat sumber tenaga alternatif. Salah satunya adalah dengan mengembangkan panel surya.
Namun masalahnya, harga panel surya tidaklah murah lantaran bahan baku yang digunakan juga mahal.
Oleh karena itu Noor Titan Putri Hartono, peneliti MIT asal Indonesia, membuat panel surya dengan biaya terjangkau. Ia memang bercita-cita membantu pemerataan akses listrik di Indonesia.
“Seru banget sih kayak nyampur-nyampur, kayak gimana ya kalau misalkan aku tambahi itu, oke order material baru, kita coba… ‘Mari kita coba,’ kayak Sisca Kohl gitu,” katanya seperti dilansir VOA Indonesia.
Titan adalah peneliti di Laboratorium Riset Photovoltaic MIT. Sejak 2016, ia fokus mengembangkan material panel surya yang lebih murah dan efisien.
“Karena saat ini kan harganya mahal banget nih, dan susah banget kalau misalkan kita pengen punya di Indonesia,” paparnya.
Menurut Titan, panel surya dapat membantu pemerataan akses listrik di Indonesia dan juga ramah lingkungan.
Lebih 1.000 Sampel
Titan memulai pencarian material panel surya murah ketika mengambil studi pascasarjana di MIT lima tahun lal. Perempuan asal Cimahi, Jawa Barat itu melanjutkan penelitian tersebut saat menempuh pendidikan doktoral di MIT.
“Kalau kita lihat panel surya di market gitu, kan rata-rata kebanyakan, sekitar 80 persennya itu dari silikon. Tapi silikon itu, salah satu
drawback-nya dia lumayan mahal, karena kayak bikin infrastrukturnya, untuk
processing-nya itu sangat mahal. Kalau
perovskite ini, dia diprediksi harganya bisa jadi lebih murah, dan efisiensinya itu udah comparable sama silikon,” paparnya.
Namun menurut Titan, salah satu tantangannya adalah perovskite ternayta kurang stabil dibanding silikon.
Menemukan formula
perovskite yang stabil lantas menjadi fokus utama Titan. Perovskite sendiri adalah mineral yang sudah ditemukan sejak abad ke-19. Akan tetapi, jenis perovskite yang dikembangkan khusus untuk panel surya baru diteliti satu dekade terakhir.
[caption id="attachment_493874" align="alignnone" width="900"]
Pemasangan panel surya (Foto: VOA Indonesia)[/caption]
Setelah membuat lebih dari 1.000 sampel, Titan akhirnya berhasil menciptakan komposisi
perovskite yang delapan kali lebih stabil dari sebelumnya.
Namun, untuk sampai pada tahap produksi massal sebagai bahan utama panel surya masih memerlukan waktu yang lebih panjang.
“Sebenarnya kan sekarang tuh udah ada beberapa startup – di AS ada, di Inggris juga ada – oleh profesor-profesor yang lumayan besar namanya di bidang ini. Mereka berusaha
pushing ini ke
manufacturing stage,” katanya.
"Jadi, aku sih berharapnya mungkin dalam 10 tahun ke depan mungkin kita bisa dapat
visible product, produk yang
beneran ada bentuknya,” paparnya lagi.
Penemuan Penting Energi Terbarukan
Mentor Titan selama tiga tahun terakhir dalam penelitian itu, Shijing Sun, kagum dengan etos kerjanya di laboratorium.
“Tak diragukan lagi, Titan adalah peneliti yang sangat berbakat. Ia selalu menemukan solusi atas berbagai masalah sulit,” ungkap Sun. “Meski saya membimbingnya dalam penelitian, ia telah mengajarkan kepada saya hasrat yang besar terhadap sains dan teknologi, demikian juga dengan gaya kerjanya yang sangat rapi dan pekerja keras.” kata Sun
Ia yakin penemuan Titan memperbesar kemungkinan produksi skala besar teknologi panel surya baru.
“Jenis sel surya yang diteliti Titan itu berbiaya rendah, ringan dan fleksibel, sehingga memungkinkan untuk dipasang di atap mobil Anda atau perangkat elektronik portabel," katanya,
"Sel surya ini menunjukkan arah baru dalam upaya mempermurah harga teknologi terbarukan.Ini adalah temuan penting yang memberikan secercah harapan pada komersialisasi teknologi baru ini, dan bisa memberi manfaat bagi kita,” tambahnya lagi.
Setelah meraih gelar PhD dari MIT pada Juni lalu, Titan berencana melanjutkan peneitiannya di Jerman untuk terus mencari solusi energi terbarukan yang murah dan mudah diakses masyarakat.
VOA Indonesia