Dugaan pelecehan seksual sesama jenis dan perundungan terjadi di kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Jakarta, terhadap korban berinisial MS. Dalam Sebuah pesan berantai lewat WhatsAps, MS mengaku kejadian itu membayangi dirinya sepanjang tahun 2012-2014 sejak bekerja di KPI.Menurutnya, sejak awal terdapat rekan kerja senior yang mengintimidasi dan memaksa dirinya untuk membeli makan selama bekerja.MS merasa diperlakukan secara rendah dan ditindas oleh rekan-rekan kerjanya seperti budak."Saya sendiri dan mereka banyak. Perendahan martabat saya dilakukan terus menerus dan berulang-ulang. Sehingga saya tertekan," kata MS dalam pesan berantai itu.MS juga bercerita, pada 2015 para pelaku perundungan itu mulai melakukan pelecehan seksual. Mereka memegangi kepala, tangan, kaki hingga menelanjangi korban. Bahkan, para pelaku mencoret-coret kelaminnya menggunakan spidol.Perbuatan itu membuat dirinya merasa trauma dan rendah diri. Ia tak bisa melawan aksi perundungan yang dilakukan secara ramai-ramai itu.MS mengaku tak habis pikir aksi perundungan dan pelecehan terjadi di dalam kantor KPI pusat.Menurutnya, para pelaku juga mendokumentasikan aksi pelecehannya itu sehingga dikhawatirkan dapat disebarkan secara daring."Penelanjangan dan pelecehan itu begitu membekas, diriku tak sama lagi usai kejadian itu, rasanya saya tidak ada harganya lagi sebagai manusia, sebagai pria, sebagai suami, sebagai kepala rumah tangga," ujarnya dalam pesan berantai itu.Setahun berlalu, ia masih merasa stres akibat perlakuan para seniornya di kantor. Ia mengatakan sering berteriak tanpa sebab dan mengingat masa-masa pelecehan tersebut.Suatu ketika, kata dia, ia merasa tak enak badan dan mengalami penurunan fungsi tubuh dan gangguan kesehatan. Ia pernah berobat ke RS Pelni untuk melakukan endoskopi pada 8 Juli 2017.Hasilnya, MS diduga mengalami hipersekresi cairan lambung akibat trauma dan stres berkelanjutan.Meski demikian, hal tersebut tak berarti aksi perundungan itu sudah berakhir. Dia juga berobat ke psikiater di RS Sumber Waras.MS bercerita bahwa ia pernah dilempar ke kolam renang saat sedang mengikuti kegiatan di Resort Prima Cipayung, Bogor.Kala itu, ia sedang tertidur dan dirundung oleh para pelaku. Sekitar pukul 01.30 WIB, ia dilempar dan dijadikan sebagai hiburan.Kemudian, dia pun mengadukan perlakuan senior-seniornya itu ke Komnas HAM pada 11 Agustus 2017.Menurutnya, Komnas menyimpulkan perkara tersebut sebagai kejahatan dan sebuah tindak pidana. MS direkomendasikan untuk membuat laporan polisi.Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara membenarkan kejadian yang dialami MS. Beka juga membenarkan MS pernah melapor ke Komnas HAM."Yang bersangkutan mengadu ke Komnas HAM via email sekira Agustus-September 2017. Dari analisa aduan, korban disarankan untuk melapor ke polisi karena ada indikasi perbuatan pidana," ujar Beka.Beka menyebut Komnas HAM sudah berkoordinasi dengan KPI untuk menyelesaikan kasus ini. Komnas juga menyatakan siap memproses bila korban kembali mengadu"Semoga kasus ini segera terang, ketemu solusinya dan korban dipulihkan," ujar Beka.Dua tahun setelah mengadu ke Komnas HAM, MS kemudian melapor ke polisi pada 2019. Namun demikian, kata dia, laporan itu tak diterima dan diarahkan agar korban melapor ke atasan sehingga dapat diselesaikan secara internal kantor."Akhirnya saya mengadukan para pelaku ke atasan sambil menangis. Saya ceritakan semua pelecehan dan penindasan yang saya alami," ujar MS.Namun demikian, laporan itu bocor dan ia dipindahkan ke ruangan lain untuk menghindari para perundung tersebut.Hanya saja, hal tersebut justru malah membuat perundungan semakin bertambah. Ia dicap sebagai pengadu dan kerap disebut manusia lemah. Namun, para pelaku tak disanksi."Bahkan pernah tas saya di lempar keluar ruangan, kursi saya dikeluarkan dan ditulisi 'Bangku ini tidak ada orangnya'. Perundungan itu terjadi selama bertahun tahun dan lingkungan kerja seolah tidak kaget," ucap dia.Perundungan terus terjadi, namun proses hukum oleh kepolisian dinilainya tak kunjung berjalan. Padahal, kata dia, korban dapat mengajukan laporan sehingga para pelaku dapat diprosesHingga kini, ia masih bekerja di KPI Pusat. Ia berpikiran untuk mengundurkan diri. Namun hal tersebut tak perlu dilakukannya karena dia adalah korban.Selain itu, masa pandemi Covid-19 saat ini juga memaksanya untuk terus bekerja dan mencari nafkah."Dan lagi pula, kenapa saya yang harus keluar dari KPI Pusat? Bukankah saya korban? Bukankah harusnya para pelaku yang disanksi atau dipecat sebagai tanggung jawab atas perilakunya? Saya benar," kata dia.Ia pun membeberkan sejumlah nama terduga pelaku perundungan terhadap dirinya. Setidaknya, ada tujuh nama yang disebut MS. Kebanyakan berasal dari Divisi Visual Data di KPI Pusat.Merespon kabar itu, Ketua KPI Pusat, Agung Suprio mengatakan bahwa saat ini jajaran pimpinan akan melakukan investigasi internal. Yakni untuk mendalami informasi tersebut.Ia mengatakan investigasi dilakukan lantaran nama-nama terduga pelaku yang tertera dalam pesan tersebut itu benar merupakan pegawai KPI Pusat."Kami melakukan investigasi internal terhadap keterangan yang didapat dari broadcast tersebut. Karena kan nama-nama di dalam broadcast itu memang betul mereka itu pekerja di KPI," ucap Agung.Agung mengatakan, KPI Pusat akan memberikan sanksi tegas sesuai aturan yang berlaku apabila pelecehan seksual dan aksi perundungan itu terbukti benar.Menurutnya, pihak komisioner saat ini juga sudah mengetahui identitas dari korban. Ia mengatakan akan melakukan pendekatan kepada korban agar mau bercerita lebih lanjut terkait peristiwa perundungan itu.Nantinya, kata dia, KPI juga akan memberikan bantuan hukum apabila korban hendak memproses perkara itu ke kepolisian."KPI akan berada bersama korban. Posisi KPI, kemudian KPI akan mendampingi korban ke kepolisian jika memang korban ingin melaporkan ke kepolisian," ucap dia.
Dugaan Pelecehan Seksual Sesama Jenis oleh Karyawan, Ini Respon Ketua KPI Pusat
Rabu, 1 September 2021 - 21:39 WIB
Baca Juga :