Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutuskan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte, tetap harus menjalani vonis 4 tahun penjara. Irjen Napoleon Bonaparte tetap menjalani hukuman penjara selama 4 tahun karena terbukti terlibat perkara penerimaan suap dari terpidana kasus korupsi cessie Bank Bali, Djoko Tjandra, merupakan keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hal itu diputuskan oleh Ketua Majelis Hakim Muhammad Yusuf, bersama 4 Hakim Anggota yakni Haryono, Singgih Budi Prakoso, Rusdi dan Reny Halida Ilham Malik, dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 8 Juli 2021. "Menguatkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 10 Maret 2021 Nomor 46/Pid.Sus-TPK/2020/PM.Jkt.Pst yang dimintakan banding tersebut," kata Yusuf. Sebelumnya pada 10 Maret 2021, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 4 tahun penjara terhadap Irjen Napoleon, ditambah denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan, karena menerima uang suap sebesar USD370 ribu dan SGD200 ribu dari Djoko Tjandra. "Menimbang bahwa lamanya pidana penjara dan denda yang telah dijatuhkan terhadap terdakwa oleh majelis hakim tingkat pertama dipandang adil dan sepadan atau setimpal dengan kesalahan terdakwa, oleh karenanya majelis hakim tingkat banding dapat menyetujui pemidanaan terhadap terdakwa tersebut," ungkap Yusuf, seperti dilansir dari Antara. Napoleon dinyatakan tetap terbukti bersalah sesuai dakwaan Pasal 5 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dalam perkara ini Irjen Napoleon Bonaparte terbukti menerima suap USD370 ribu dolar AS dan SGD200 ribu dari terpidana kasus korupsi "cessie" Bank Bali Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi agar Napoleon Bonaparte membantu proses penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi. Atas pemberian uang tersebut, Napoleon pun menghapus nama Djoko Tjandra dari Enhanced Cekal System (ECS) pada sistem informasi keimigrasian (SIMKIM). Irjen Napoleon memerintahkan anak buahnya membuat Surat Divisi Hubungan Internasional Polri Nomor: B/1030/V/2020/NCB-Div HI pada 4 Mei 2020 perihal Pembaharuan Data Interpol Notices. Surat itu atas nama Kadivhubinter Polri Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Nugroho Slamet Wibowo, yang ditujukan kepada Ditjen Imigrasi. Isi surat pada pokoknya menyampaikan penghapusan Interpol red notice. Selanjutnya pada 5 Mei 2020, Irjen Napoleon kembali memerintahkan anak buahnya membuat Surat Divisi Hubungan Internasional Polri Nomor: B/1036/V/2020/NCB-Div HI tanggal 5 Mei 2020 perihal Penyampaian Penghapusan Interpol Red Notices yang ditujukan kepada Ditjen Imigrasi atas nama Kadivhubinter Polri Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Nugroho Slamet Wibowo. Isi surat menyampaikan bahwa Interpol Red Notice atas nama Djoko Soegiarto Tjandra Control No: A-1897/7-2009 telah terhapus dari sistem basis data Interpol sejak tahun 2014 atau setelah 5 tahun. Terkait perkara ini, sejumlah pihak telah dijatuhi vonis yaitu mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo, 3,5 tahun penjara. Djoko Tjandra 3,5 tahun penjara, dari vonis sebelumnya 4,5 tahun penjara sebelum putusan banding Pengadilan Tinggi Jakarta. Kemudian, Jaksa Pinangki Sirna Malasari divonis 4 tahun penjara berdasarkan putusan banding Pengadilan Tinggi Jakarta, dari sebelumnya 10 tahun penjara. Lalu, Andi Irfan Jaya selaku rekan Pinangki dijatuhi vonis 6 tahun penjara.
Vonis Pengadilan Tinggi DKI, Irjen Napoleon Bonaparte Tetap 4 Tahun Penjara
Kamis, 29 Juli 2021 - 17:10 WIB
Baca Juga :