Karena Puskesmas harus menyesuaikan jam operasional dan beban pekerjaannya, cakupan program imunisasi dasar rutin dengan tambahan asupan gizi untuk bayi baru lahir dan balita melorot drastis. Kondisi tersebut dapat menimbulkan masalah kesehatan di kemudian hari. Rumah sakit pun banyak dihindari karena orang tua takut mendekati fasilitas tempat penderita Covid-19 dirawat. Banyak anak Indonesia yang tingkat kesehatannya saat ini tidak terpantau dengan baik. Maka, risiko peningkatan kasus anak dengan gizi buruk, stunting dan masalah kesehatan mental akan bermunculan apabila kita biarkan. Kabar baiknya adalah orang Indonesia terbukti tangguh dalam menghadapi krisis. Mereka tidak akan membiarkan pemerintah untuk bekerja sendiri. Gotong-royong antar individu dan komunitas adalah senjata rahasia di balik upaya mengatasi pandemi di negeri ini. Seorang siswa sekolah perawat mengajukan diri sebagai anggota tim “Cobra” di Wisma Atlet. Seorang stand-up comic atau komedian menggunakan ponselnya untuk membuat para penontonnya tertawa terpingkal-pingkal di rumah atau fasilitas karantina pemerintah saat menjalani isolasi atau perawatan. Ika Dewi Maharani, warga Surabaya, menjadi supir ambulans perempuan pertama yang mengantar pasien ke Wisma Atlet. Di Padang, Sumatera Barat, sebuah kisah luar biasa telah diceritakan tentang Dr Andani Eka Putra, kepala penelitian penyakit menular dan diagnostik Universitas Andalas. Didorong oleh mimpinya untuk melihat negara dan rakyatnya aman dari pandemi ini, dokter Andani menggunakan tabungan pribadinya sebesar Rp 850 juta untuk membangun laboratorium pengujian sampel Covid-19. Dia membuka pintu labnya dan menyediakan pengujian sampel secara gratis.
Setahun Jadi Jubir Pemerintah untuk Covid-19, Ini Kata dr. Reisa Broto Asmoro
Selasa, 8 Juni 2021 - 20:57 WIB
Baca Juga :