Sejumlah korban perampasan tanah yang tergabung dalam Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) mendatangi Bareskrim Mabes Polri di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (3/3/2021) siang.
Mereka mendesak Polri di bawah pimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberantas mafia tanah hingga beking-bekingnya.
“Saya mewakili 600 KK di wilayah Kirai, berharap Bapak Kapolri yang baru, bisa membantu kami. Kami ingin mengurus sertifikat tanah, tapi nyatanya di situ udah ada sertifikat atas nama orang lain yang kita sendiri tidak kenal. Padahal selama 35 tahun tinggal di situ, bikin sertifikat tidak bisa,” ungkap Santoso, perwakilan warga Kirai, Cipete Utara, Kebayoran Baru.
Santoso mengakui, ketika ada Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), pihaknya berusaha mengajukan pembuatan sertifikat.
"Namun kami dinyatakan kurang berkas saat mengurus di lembaga pertanahan. Tapi tak dijelaskan kurang berkasnya apa, sampai sekarang. Padahal pengukuran sudah dilakukan. Sampai sekarang kami belum juga memiliki sertifikat," tuturnya seraya menyebutkan luas tanah di Kirai yang dipersoalkan mencapai 5,6 hektar atau terdiri dari 3 RW.
Warga lain yang melaporkan persoalan tanahnya antara lain Edi Kartono, Zubaidah, Ani Sricahyani, Nugroho dan Sutarman Rusli.
Edi Kartono melaporkan ada sertifikat di atas tanah giriknya seluas 8150 m2 di Cakung. Jakarta Timur. Padahal, menurut surat keterangan Kepala Kantor Pertanahan JakartaTimur, belum ada alas haknya sertifikat tersebut.
Selain itu, sertifikat yang terbit tahun 2011 baru diajukan pada tahun 2012.
" Ini aneh, ada sertifikat terbit tahun di atas tanah girik saya, terbitnya tahun 2011 tetapi baru diajukan pada tahun 2012. Seperti sudah STNK, BPKB mobil baru , padahal masih inden, mobilnya belum ada tapi sudah ada no rangka, no mesinnya. Ini pasti ada tindak pidana, kok bisa terbit sertifikat asli. Kapan belinya, sama siapa, kapan diajukan jadi sertifikat, harus jelas," ungkap Edi.
Edi menambahkan, juru ukur BPN juga mengaku tidak ada permintaan pengukuran secara resmi untuk terbitkan sertifikat tersebut. Dia hanya mengukur di atas meja.
Edi sudah melaporkan kasus perampasan tanahnya ke Polres Jakarta Timur. Sedangkan Sutarman Rusli sudah 14 kali melaporkan kasus perampasan tanah orang tuanya seluas 2.5 ha di Serpong Tangsel, Banten.
Di atas tanah tersebut terbit SHGB pada tahun 1994. Padahal, saat itu tanah tersebut sedang sita jamin pengadilan. Putusan inkrah pengadilan juga menyatakan girik C913 atas nama The Kim Tin adalah sah milik Rusli Wahyudi.
" Pihak BPN sendiri bilang, tidak bisa terbit sertifikat saat sita jamin. Ini tanah girik orang tua saya beli dari The Kim Tin, saat almarhum masih hidup. Karena The Kim Tin meninggal sebelum dibuat AJB, Bapak saya minta penetapan pengadilan bahwa jual beli tanah tersebut sah. Dan sudah disahkan pengadilan dan sudah inkrah. Jadi, melanggar hukum jika girik tersebut dijual The On yang mengaku anaknya dan bisa diproses jadi sertifikat, giriknya sah punya bapak saya. Buka saja warkah SHGB nya, pasti ada yang janggal" ungkapnya.
Sutarman menjelaskan, pada tahun 2019 Kantor Pertanahan Tangsel sudah membuat surat bahwa belum menemukan warkah SHGB no 662 dan 698 di Lengkong Gudan. Ini sejalan dengan Putusan Komisi Informasi sampai Inkrah di MA yang menyatakan tidak ada catatan jual-beli atas girik C-913.
"Jadi jelas ada cacat administrasi penerbitan SHBG di atas tanah girik milik ayah saya. Tidak catatan jual belinya, terbit saat sita jamin. Saya sudah lapor polisi sudah 14 kali. Semoga kali ini, bisa dituntaskan dan pelaku perampasan ditangkap"tandasnya..
Pada kesempatan tersebut Ketua FKMTI, Supardi Kendi Budiarjo memberi dukungan penuh kepada Kapolri untuk mengusut tuntas kasus mafia tanah. Dia berharap Kapolri mengajak audiensi FKMTI dan perwakilan korban mafia tanah.
Melalui audiensi tersebut, nantinya FKMTI akan menyerahkan data yang dimiliki oleh para korban mafia tanah.
“Kami yang tergabung dalam FKMTI, jumlahnya ribuan orang, termasuk saya. Kami adalah korban dari mafia tanah. Kedatangan kami hari ini adalah menyampaikan surat dukungan kepada Pak Kapolri, sehubungan dengan perintah Presiden Jokowi untuk memberantas mafia tanah sampai dengan beking-bekingnya. Pak Kapolri jangan ragu, FKMTI siap mendukung Bapak, kami memiliki data, kami korban langsung,” papar Supardi Kendi Budiarjo.
Sebagai korban, Budiarjo paham betul pola perampasan tanah yang dilakukan oleh para mafia tanah. Dia juga mengetahui betul siapa saja yang terlibat atau oknum-oknum di dalamnya.
Sebelumnya Sekjen FKMTI, Agus Muldya menantang adu data secara live di televisi untuk membuktikan siapa yang benar dan siapa yang salah terkait masalah pertanahan yang telah menyengsarakan banyak orang di Tanah Air.
"Tinggal buka saja data awal kepemilikan tanah hingga menjadi sertifikat. Sertifikat kan yang menerbitkan BPN. Kalau ada 2 sertifikat asli tapi di satu bidang tanah, artinya ada tindak pidana, harus dibongkar dan ditindak tegas oknum yang jadi beking mafia perampas tanah," tandasnya.