Draf Revisi Undang-undang Pemilu dan Pilkada menuai pro dan kontra di tengah masyarakat dan elite partai politik, termasuk pula pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 yang diatur dalam draf tersebut. Draf RUU Pemilu dan Pilkada tersebut kini telah masuk program legislasi nasional (Prolegnas) DPR 2021.Banyak elit politik saling silang pendapat terkait beberapa poin yang terkandung dalam substansi draf RUU Pemilu.Salah satu yang dipersoalkan adalah aturan baru terkait pelaksanaan pilkada serentak yang dinormalisasi dan diadakan pada 2022 atau 2023.Aturan tersebut tidak ada dalam UU Pemilu dan Pilkada sebelumnya. Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pilkada 2022 dan 2023 akan dilakukan serentak pada 2024.Beberapa fraksi menegaskan penolakannya terhadap usulan gelaran pilkada digelar pada 2022 dan 2023.PDIP dan PPP menyatakan menolak pilkada digelar pada 2022 dan 2023 sesuai draf RUU Pemilu. Mereka sepakat pilkada tetap digelar serentak pada 2024.Meski demikian, banyak fraksi di parlemen yang mendukung usulan agar pilkada tetap digelar di tahun 2022 dan 2023 berdasarkan draf RUU Pemilu. Fraksi yang mendukung di antaranya Nasdem, Golkar hingga Demokrat.Menurut Dirjen Poliitk dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Bahtiar, ada beberapa poin yang harus dipahami untuk menyikapinya.Menurut Bahtiar, terhadap pro kontra Revisi UU Pemilu, perlu disampaikan sebagai berikut:1. UU tersebut belum dilaksanakan. Tidak tepat jika belum dilaksanakan, sudah direvisi. Mestinya, dilaksanakan dulu, kemudian dievaluasi, baru kemudian direvisi jika diperlukan.2. Sesuai dengan UU yang masih berlaku tsb, maka jadwal Pilkada berikutnya adalah 2024. Jadi, jika Pilkada dilaksanakan sesuai jadwal, maka jadwalnya adalah 2024.3. Saat ini kita sedang menghadapi pandemi, menghadapi krisis kesehatan dan perekonomian, seharusnya kita fokus untuk menyelesaikan krisis ini.
Terkait Pro Kontra Revisi Undang Undang Pemilu dan Pilkada, Ini Kata Bahtiar
Jumat, 29 Januari 2021 - 16:28 WIB
Baca Juga :