Perkara dugaan tindak pidana pemalsuan atas nama Terdakwa Lie Hadi Tirtajaya kini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sebagaimana diketahui, Lie Hadi Tirtajaya dituduhkan melanggar pasal 263 KUHP melakukan pemalsuan surat terkait pembuatan Surat Keterangan Tidak Sengketa atas tanah yang terletak di Jakarta Selatan.Seusai menjalani persidangan dengan agenda pembacaan dakwaan dari penuntut umum, Advokat Natalie Manafe, SH dari LQ Indonesia Law Firm cabang Jakarta Pusat, selaku penasihat hukum terdakwa memberikan keterangan kepada awak mediaMenurutnya, perkara itu seharusnya tidak dilanjutkan ke persidangan, karena jangka waktu penuntutannya telah gugur karena kadaluwarsa berdasarkan pasal 78 KUHP Yang berisi "kewenangan menuntut pidana hapus karena kadaluarsa::1. mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun;2. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun;3. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun;4. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun."Klien kami atas nama Lie Hadi dituduh melakukan pemalsuan dan/atau memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik, sebagaimana yang diuraikan oleh Jaksa Penuntut umum. Padahal di dalam dakwaannya juga, disebutkan bahwa waktu kejadiannya adalah pada tanggal 31 Desember 2008." ujarnyaPadahal, lanjut Natalie, masa tenggang waktu kewenangan untuk menuntut dugaan tindak pidana yang diancam dengan hukuman lebih dari 3 tahun adalah selama 12 tahun."Karena ini adalah delik formil, maka perhitungan daluwarsanya dihitung dari mulai tanggal 01 Januari 2009 sampai dengan 01 Januari 2021. Ini sesuai dengan ketentuan pasal 78 KUHP, sudah jelas dasar hukumnya, lewat 12 tahun Jaksa Sudah tidak boleh melakukan proses Tuntutan, apabila melanggar aturan hukum ini dapat dikatakan penyalahgunaan wewenang sebagaimana diatur di pasal 421 KUHP, ucap Natalia Manafe, advokat wanita yang berani dari LQ Indonesia Lawfirm," tambahnya.Penasihat hukum terdakwa lainnya, advokat Jaka Maulana, SH berpendapat bahwa surat pernyataan tersebut dianggap tidak sesuai kebenaran, para pelapor mendalilkan objek tersebut masih bersengketa.Padahal sengketa keperdataan terkait hak atas kepemilikan tanah tersebut sudah sampai ke tingkat Peninjauan kembali, putusannya pun sudah inkracht."Klien kami adalah pemilik sah atas tanah tersebut," jelasnya.Jaka mengatakan, pihaknya menduga pihak-pihak yang tidak puas atas putusan tersebut kemudian melaporkan perkara ini seolah-olah telah terjadi pemalsuan.Hal ini, katanya, menjadi dasar untuk dirinya dan para penasihat hukum lain untuk menempuh upaya hukum selanjutnya."Kami sedang mempertimbangkan untuk menempuh langkah hukum kepada oknum aparat penegak hukum yang diduga menyalahgunakan wewenang sebagaimana diatur dalam pasal 421 KUHP yang berbunyi "seorang pejabat yang menyalah gunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan," ujar Wakil Ketua LQ Indonesia Lawfirm cabang Jakarta Pusat, Advokat Leo Detri, SH, MH.Lebih lanjut Leo Detri yang ditemui di tempat terpisah berpendapat bahwa proses penegakan hukum tidak boleh dilakukan dengan cara yang melawan hukum karena apabila itu terjadi bukan hanya timbul ketidakpastian hukum tapi juga oknum penegak hukum diduga menyimpang dalam memerankan tugas dan fungsinya.
Sidang Kasus Pemalsuan, Ada Dugaan Penyalahgunaan Wewenang Oknum Penegak Hukum
Selasa, 26 Januari 2021 - 19:22 WIB
Baca Juga :