BMKG Nilai Gempa Sulbar Sebagai Gempa Kerak Dangkal Sesar Mamuju-Majene

epicentrum gempa (Foto : )

BMKG menilai gempa berkekuatan 6,2 magnitudo yang menguncang Sulawesi Barat, Jumat (15/1/2021), merupakan gempa kerak dangkal akibat aktivitas sesar aktif Mamuju-Majene Thrust.  Koordinator Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG DR. Daryono mengatakan dengan meningkatnya magnitudo gempa di Sulawesi Barat menjadi lebih besar 6,2 magnitudo, dari sebelumnya 5,9 magnitudo, tentunya gempa kedua ini berdampak lebih merusak dan lebih luas cakupan dampaknya. Dijelaskan, sebagai contoh jika kondisi bangunan dampak gempa kemarin sudah mengalami retak-retak atau rusak sebagian maka dengan terjdinya gempa yang lebih kuat ini dapat berdampak merusak lebih parah. Seperti halnya gempa pertama kemarin, lanjutnya, dampak gempa kedua tadi pagi dini hari tadi menyebabkan guncangan gempa dirasakan di Majene dan Mamuju mencapai skala intensitas V-VI MMI (memicu kerusakan), sedangkan di Palu, Mamuju Tengah, Mamuju Utara dan Mamasa mencapai skala intensitas III-IV MMI (benda-benda terpelanting). “Ternyata benar, pagi ini dilaporkan dampak gempa kedua menimbulkan lebih banyak bangunan rumah rusak di Majene dan juga Mamuju. Sementara dilaporkan ada beberapa orang meninggal dunia dan ratusan orang menderita luka-luka sebagai dampak gempa,” kata Daryono, dalam keterangan tertulisnya yang diteriima ANTVklik.com, Jumat (15/1/2021). Menurut Daryono, dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, baik gempa signifikan pertama dan kedua yang terjadi merupakan jenis gempa kerak dangkal (shallow crustal earthquake) akibat aktivitas sesar aktif Mamuju-Majene Thrust. Mekanisme sesar naik ini mirip dengan pembangkit gempa Lombok 2018, dimana bidang sesarnya membentuk kemiringan ke bawah daratan Majene. Ia melanjutkan, sejak Kamis (14/1/2021) pukul 13.35.49 WIB hingga Jumat (15/1/202) pukul 06.00 WIB, hasil monitoring BMKG menunjukkan telah terjadi gempa sebanyak 28 kali di Majene. BMKG akan terus memantau aktivitas gempa yang terjadi dan dilaporkan kepada masyarakat. BMKG menghimbau masyarakat untuk tetap tenang dan waspada, pasalnya gempa susulan diperkirakan masih akan terjadi. “Masyarakat dihimbau untuk tetap tenang tetapi waspada. Gempa susulan masih akan terus terjadi seperti lazimnya pasca gempa kuat akan diikuti rangkaian gempa susulan, untuk itu masyarakat diminta mewaspadai kemungkinan gempa susulan yang kekuatannya signifikan,” jelas Daryono. Dengan kembalinya terjadi gempa kuat di Majene ini maka gempa yang terjadi pada hari Kamis 14 Januari 2021 pukul 13.35.49 WIB  kemarin statusnya menjadi gempa pendahuluan/pembuka (foreshock). Untuk sementara saat ini, gempa yang terjadi pada pagi dini hari tadi statusnya sebagai gempa utama (mainshocks), semoga status ini tidak berubah dan justru akan meluruh, melemah hanya terjadi gempa susulan (aftershocks) dengan kekuatan yang terus mengecil dan kembali stabil. Masyarakat yang tempat tinggalnya sudah rusak atau rusak sebagian, dihimbau untuk tidak menempati lagi karena jika terjadi gempa susulan signifikan dapat mengalami kerusakan yang lebih berat bahkan dapat roboh. Masyarakat perlu waspada dengan kawasan perbukitan dengan tebing curam karena gempa susulan signifikan dapat memicu longsoran (landslide) dan runtuhan batu (rock fall). Apalagi saat ini musim hujan yang dapat memudahkan terjadinya proses longsoran karena kondisi tanah lereng perbukitan basah dan labil. BMKG juga memperingatkan potensi bencana tsunami yang bisa saja terjadi. “Mengingat pesisir Majene pernah terjadi tsunami pada tahun 1969, masyarakat yang bermukim di wilayah Pesisir Majene perlu waspada jika merasakan gempa kuat agar segera menjauh dari pantai tanpa menunggu peringatan dini tsunami dari BMKG,” himbau Daryono. Masyarakat juga diminta tidak percaya berita bohong (hoax) mengenai prediksi dan ramalan gempa yang akan terjadi dengan kekuatan lebih besar dan akan terjadi tsunami.