Kabar duka sempat mengawali Tahun 2021 di indonesia pasca pesawat Sriwijaya Air rute penerbangan Jakarta-Pontianak dikabarkan hilang pada hari Sabtu, tanggal 9 Januari 2021 di perairan Kepulauan Seribu. Pesawat ini mengangkut 62 penumpang dengan rincian 50 penumpang umum dan 12 kru pesawat. Berita kecelakaan pesawat ini menghiasi laman media cetak, online hingga siaran televisi. Seolah beradu cepat dengan tim penyelamat dan Komite Nasional Keselataman Transportasi (KNKT), Badan Nasional Pertolongan (Basarnas), media berupaya menampilkan informasi dalam hitungan detik dengan sangat cepatnya.Wakil Ketua KPID DIY Agnes Dwirusjiyati mengatakan, berita yang diperoleh dari berbagai sumber kemudian naik di laman pemberitaan. Bahkan gambar-gambar yang diperoleh dari media sosial kemudian ikut menjadi viral. Bahkan gambar dan video yang selayaknya tidak ditampilkan secara vulgar kemudian nyaris tanpa sensor.Agnes Dwirusjiyati mengingatkan secara khusus bahwa lembaga penyiaran memiliki aturan dalam melakukan peliputan bencana atau musibah dengan mempertimbangkan pemulihan korban, keluarga dan masyarakat yang terkena bencana atau musibah.“Hal ini diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan standar Program Siaran, yang diatur oleh Komisi Penyiaran Indonesia pada rahun 2012. Tentang peliputan kebencanaan pasal 49,” tutur Wakil Ketua KPID DIY Agnes Dwirusjiyati.Wakil Ketua KPID DIY Agnes Dwirusjiyati menambahkan, selain itu pada pasal 50 peliputan bencana arau musibah juga harus dalam koridor siaran jurnalistik.[caption id="attachment_425191" align="alignnone" width="225"]
- Dengan mempertimbangkan penderitaan atau trauma korban. Keluarga dan masyarakat dengan cara memaksa, menekan dan atau mengintimidasi untuk diwawancarai atau diambil gambarnya.
- Menampilkan gambar dan atau suara saat-saat menjelang kematian.
- Wawancara anak di bawah umur sebagai narasumber.
- Menampilkan gambaf korban atau mayat secara detail dwngan close up dan atau;
- Menampilkan gambar luka berat,darah dan atau potongan tubuh korban.