Selama Pandemi, Angka Kekerasan dan Eksploitasi Seksual Anak Capai 98,66 Persen, ECPAT: Perlu Respon Cepat

Screen Shot 2020-12-23 at 11.05.31 (Foto : )

Di masa pandemi Covid-19 ini angka kekerasan dan ekploitasi seksual anak sudah mencapai angka 98,66 persen. ECPAT menyebut perlu adanya respon cepat dari pemerintah dan pihak-pihak terkait. Pada tahun 2020 seluruh negara-negara di dunia termasuk Indonesia mengalami dampak dari pandemic Covid – 19. Menurut data yang dipaparkan oleh NCMEC (National Center for Missing and Exploited Children) pada periode November 2019 sampai mei 2020 telah terjadi peningkatan yang signifikan terhadap penyebaran materi eksploitasi seksual anak selama masa Covid-19 ini. Mengutip dari data NCMEC, terjadi peningkatan yang luar biasa angka kekerasan dan eksploitasi seksual anak secara global, yaitu terjadi peningkatan sekitar 98,66 persen kekersan pada anak pada januari-september 2020, dibandingkan kurun waktu Januari-September 2019. Eksploitasi seksual anak (ESA) yang terjadi di Indonesia walaupun sudah menggunakan modus-modus baru, namun cara-cara lama yang dipakai oleh para pelakunya pun masih tetap dilakukan, pola-pola perekrutan anak-anak yang akan dijadikan korban pun masih sama. Salah satu kasus ESA yang cukup menghebohkan ditahun ini adalah kasus seorang WN Prancis yang mengeksploitasi lebih dari 300 anak untuk kepuasan seksual nya dilakukan melalui cara lama yaitu merekrut korbannya dari korban sebelumnya dengan janji-janji manis akan mendapatkan uang dan ketenaran sebagai seorang model, selain itu modus dengan akan dijanjikan pekerjaan di kota besar dan penjeratan hutang pun masih terus terjadi. “Seperti laporan yang masuk ke ECPAT Indonesia bulan lalu, ada seorang ibu yang melaporkan kasus terkait dengan penyebaran foto dan video anaknya berusia 15 tahun, yang disebarkan oleh mantan pacarnya. Dari kronologi yang didapatkan bahwa korban dan pelaku ketika mereka berpacaran sering melakukan sexting, atau bertukar foto dan video tidak senonoh yang akhirnya tersebar di media sosial di Internet.” kata Andy Ardian Program Manager ECPAT Indonesia, dalam webinar hari ini, Rabu (23/12/2020). Pada semester awal tahun 2020 ECPAT Indonesia melakukan survey terhadap 1203 reponden anak terkait kerentanan anak terhadap eksploitasi seksual anak online di masa pandemi covid-19. Hasilnya adalah, sekitar 25 % atau sekitar 287 anak yang mengalami pengalaman buruk saat berinternet di masa pandemi ini. “Bentuk-bentuk pengalaman buruk yang paling sering dialami meliputi dikirimi tulisan/pesan teks yang tidak sopan dan senonoh, dikirimi gambar/video yang membuat tidak nyaman hingga dikirimi gambar/video yang menampilkan pornografi. “jelas Andy. Andy melanjutkan, terkait tingginya angka kekerasan dan eksploitasi anak di masa pandemi, ECPAT Indonesia sebagai perwakilan resmi dari sebuah jaringan global yang bekerja untuk menentang Eksploitasi Seksual Anak (ESA), merekomendasikan sebagai berikut:

  1. Kementerian Sosial dan Dinas Sosial Propinsi/Kabupaten segera membuat program pemenuhan hak bagi korban eksploitasi seksual anak khususnya untuk pemulihan dan rehabilitasinhya yang berkelanjutan.
  2. Biro Pusat Statistik segera membuat satu pusat data nasional tentang eksploitasik seksyal anank agar tidak ada perbedaan data yang selama ini masih menjadi masalah diantara para pemangku kepentingan.
  3. Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Kementerian Pendidikan dan Kementerian I Knformasi dan Komunikasi, Pemerintah segera membuat kebijakan perlindungan anak di ranah daring termasuk perlindungan anak dari eksploitasi seksual online. Serta serta melakukan penguatan kapasitas bagi lembaga-lembaga layanan yang menangani korban ESA, agar bisa memberikan pelayanan yang komprehensif dan berkelanjutan.
  4. Penegakan hukum kasus kasus eksploitasi seksual anak online yang dilakukan oleh polisi seharusnya menyeluruh, bukan saja memilah kasus-kasus yang viral saja.
  5. Industri digital untuk ikut serta dalam melakukan pencegahan terjadinya eksploitasi seksual anak di Indonesia serta membuat program-program perlindungan dan rehabilitasi bagi anak yang terdampak.