KROSCEK: Amnesty International Bongkar Kasus Tewasnya Anggota FPI

FI amnesty (Foto : )

Muncul di media sosial sebuah artikel yang menyebut Amnesty International membongkar kasus penembakan anggota FPI. Beredar sebuah artikel berjudul "Amnesty International Bongkar Kasus FPI, Polisi Makin Terpojok", yang dibagikan oleh akun Facebook bernama Zaenal Mustofa pada 14 Desember 2020. Penggugah membagikan postingan berupa tangkapan layar artikel berita dari situs Genpi.co dengan judul yang disebutkan di atas. [caption id="attachment_415193" align="alignnone" width="640"] Postingan akun Zaenal Mustofa. (Screenshot Facebook)[/caption] Sejak dibagikan, postingannya telah mendapat respon dari publik, dengan 265 reaksi, 19 komentar dan telah dibagikan 45 kali oleh pengguna Facebook. Kemudian benarkah klaim artikel menyebut Amnesty International membongkar kasus FPI, polisi makin terpojok? Berikut krosceknya. Penelusuran KROSCEK ANTVklik, membuka tautan artikel yang dimuat situs Genpi.co berjudul “Amnesty International Bongkar Kasus FPI, Polisi Makin Terpojok”, tidak ditemukan penjelasan Amnesty International membongkar kasus tewasnya enam anggota FPI. Temuan isi artikel, Amnesty International hanya menyebut tindakan polisi menembak enam anggota FPI berpotensi menjadi unlawful killing. Berikut isi artikel selengkapnya: Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid menyebutkan, tindakan kepolisian melakukan penembakan terhadap enam Laskar Front Pembela Islam (FPI) berpotensi jadi unlawful killing atau pembunuhan yang terjadi di luar hukum. Pasalnya, menurut Usman polisi hanya diperbolehkan menggunakan kekuatan atau kekerasan menggunakan senjata api sebagai upaya terakhir. "Penggunaan senjata api ketika berada di situasi luar biasa untuk melindungi keselamatan dirinya dan atau orang lain. Jika tidak, maka tindakan itu bisa tergolong unlawful killing," tegas Usman kepada awak media, Senin (7/12). Usman memaparkan, penggunaan kekuatan oleh aparat penegak hukum di Indonesia telah diatur lebih lanjut oleh Peraturan Kapolri tentang Penerapan Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Pelaksanaan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009. Kemudian, Peraturan Polisi tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian Nomor 1 Tahun 2009 juga berisi bunyi yang menyatakan: Bahwa penggunaan senjata api hanya diperbolehkan jika sangat diperlukan untuk menyelamatkan nyawa manusia dan penggunaan kekuatan secara umum harus diatur dengan prinsip-prinsip legalitas, kebutuhan, proporsionalitas, kewajaran dan mengutamakan tindakan pencegahan. "Penggunaan kekuatan, kekerasan, dan senjata api yang melanggar hukum oleh polisi tidak boleh dibenarkan, terlebih lagi bila digunakan dalam kasus yang terkait dengan pelanggaran protokol kesehatan, yang seharusnya tidak berakhir dengan kekerasan," beber Usman. Usman pun meminta agar Komnas HAM andil mengusut kasus ini, begitu pula Komisi III DPR RI yang menurutnya perlu aktif mengawasi dan mengontrol pemerintah dan jajaran kepolisian. Selain AII, Indonesia Police Watch (IPW) pun mendesak pemerintah membentuk tim pencari fakta independen untuk mengungkap perkara yang terjadi dalam penembakan enam simpatisan Habib Rizieq itu.(*) Jadi tidak ada korelasi antara judul artikel dengan substansi berita tersebut. (Link: https://www.genpi.co/polhukam/74510/amnesty-international-bongkar-kasus-fpi-polisi-makin-terpojok) Terkait tindakan kepolisian yang memutuskan menembak mati enam anggota FPI, berpotensi menjadi unlawful killing alias pembunuhan yang terjadi di luar hukum, disorot pula oleh situs berita cnnindonesia.com dalam laporannya berjudul “Amnesty: Polisi Tembak 6 Laskar Bisa Jadi Unlawful Killing” yang terbit pada 7 Desember 2020. Dalam artikel disebutkan Amnesty International Indonesia (AII) menyebut tindakan kepolisian yang memutuskan menembak mati enam anggota Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab di kawasan Cikampek, berpotensi menjadi unlawful killing alias pembunuhan yang terjadi di luar hukum. "Polisi seharusnya hanya dibolehkan untuk menggunakan kekuatan atau kekerasan, terutama dengan senjata api, sebagai upaya terakhir. Itu pun harus merupakan situasi luar biasa untuk melindungi keselamatan dirinya dan atau orang lain. Jika tidak, maka tindakan itu bisa tergolong unlawful killing," kata Direktur Eksekutif AII Usman Hamid dilansir cnnindonesia.com. Usman memaparkan, penggunaan kekuatan oleh aparat penegak hukum di Indonesia telah diatur lebih lanjut oleh Peraturan Kapolri tentang Penerapan Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Pelaksanaan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009. (Link: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201207194415-12-579096/amnesty-polisi-tembak-6-laskar-bisa-jadi-unlawful-killing) Berdasarkan kroscek dan penjelasan, dapat disimpulkan klaim Amnesty Internasional bongkar kasus tewasnya anggota FPI adalah tidak benar. Faktanya, Amnesty Internasional hanya menyebut tindakan polisi menembak enam anggota FPI berpotensi menjadi unlawful killing. Substansi berita dalam artikel yang digunakan dalam postingan tidak memiliki korelasi dengan judul yang dibuat. Mengacu jenis hoaks dari First Draft, Informasi ini masuk kategori false connection (koneksi yang salah). Ciri paling gamblang dalam mengamati konten jenis ini adalah ditemukannya judul yang berbeda dengan isi berita. Konten jenis ini biasanya diunggah demi memperoleh keuntungan berupa profit atau publikasi berlebih dari konten sensasional.