Muncul di media sosial unggahan artikel yang menyebut Jokowi menolak tim independen untuk mengusut insiden tewasnya anggota FPI.
Beredar di media jejaring sosial Facebook, sebuah tautan artikel berita yang menyebut Presiden Jokowi menolak tim independen mengusut kasus tewasnya enam anggota Front Pembela Islam (FPI). Unggahan yang dibagikan oleh akun Facebook bernama Daud Sulaeman yang menggunggah ulang dari akun Sakura Mooii Hinata, pada 15 Desemeber 2020 ini, menyantumkan tautan artikel berita dari situs bacanews.com berjudul “Presiden Jokowi Tolak Tim Independen Pengusutan Tewasnya 6 Laskar".
Postingan akun Daud Sulaeman. Lantas benarkah klaim yang menyebut Jokowi menolak tim independen dalam mengusut insiden tewasnya anggota FPI? Berikut krosceknya. Penelusuran KROSCEK ANTVklik, menelisik isi artikel berjudul "Presiden Jokowi Tolak Tim Independen Pengusutan Tewasnya 6 Laskar", pernyataan “tolak tim independen” hanya judul headline yang dibuat untuk sensasi dan menarik pembaca, karena pada kalimat berikutnya tidak ditemukan penjelasan penolakan itu. Penjelasan berikut dalam artikel justru Jokowi mempersilahkan keterlibatan lembaga independen seperti Komnas HAM mengusut tewasnya enam anggota FPI.
Jadi tidak ada korelasi antara judul dan isi berita. Berikut isi artikel selengkapnya: "Pemerintah menolak pembentukan tim independen untuk mengusut tewasnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI). 'Jika memerlukan keterlibatan lembaga independen, kita memiliki Komnas HAM. Di mana masyarakat bisa menyampaikan pengaduannya,' katanya di Istana Kepresidenan Bogor, Ahad (13/12). Lebih lanjut, ia menegaskan Indonesia adalah negara hukum.
Oleh sebab itu, menurutnya, hukum di tanah air harus dipatuhi, semata-mata untuk melindungi kepentingan masyarakat, bangsa, dan juga negara. “Sekali lagi saya tegaskan kita harus menjaga tegaknya keadilan dan kepastian hukum di negara kita. Menjaga pondasi bagi kemajuan Indonesia,” tegas Jokowi. Menurutnya, aparat penegak hukum wajib menegakkan hukum secara tegas dan adil.
Sedangkan masyarakat diimbau tidak berlaku semena-mena dalam melanggar hukum. 'Untuk itu, tidak boleh ada warga dari masyarakat yang semena-mena melanggar hukum yang merugikan masyarakat apalagi membahayakan bangsa dan negara. Dan aparat hukum tidak boleh mundur sedikit pun,' ujarnya.
Meski begitu, ia menekankan kepada aparat hukum agar tetap mengikuti aturan hukum yang berlaku dalam menjalankan setiap tugasnya, dan yang paling penting adalah tetap melindungi Hak Asasi Manusia (HAM). “Melindungi HAM dan menggunakan kewenangannya secara wajar dan terukur,' jelasnya.'
Kemudian penelusuran pernyataan Jokowi terkait keterlibatan Komnas HAM sebagai tempat pengaduan dirangkum dalam laporan cnnindonesia.com berjudul “Jokowi soal 6 Laskar FPI Tewas: Jika Perlu, Ada Komnas HAM” (13/12). Dalam artikel dijelaskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung soal keterlibatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai tempat pengaduan masyarakat terkait peristiwa tewasnya empat orang warga Sigi dan penembakan enam anggota Laskar FPI yang terjadi beberapa waktu lalu.
"Jika ada perbedaan pendapat tentang proses penegakan hukum, saya minta agar menggunakan mekanisme hukum. Ikuti prosedur hukum, ikuti proses peradilan, hargai keputusan pengadilan," kata Jokowi di YouTube Sekretariat Presiden, Minggu, 13 Desember 2020.
"Jika perlu, jika memerlukan keterlibatan lembaga independen, kita memiliki Komnas HAM, di mana masyarakat bisa menyampaikan pengaduannya," kata Jokowi. Komnas HAM sendiri adalah lembaga negara independen mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia. Hal ini disebutkan di Pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dari kroscek dan penjelasan, dapat disimpulkan klaim Jokowi menolak tim independen mengusut tewasnya enam anggota FPI adalah tidak benar. Faktanya, Jokowi mempersilahkan keterlibatan lembaga independen seperti Komnas HAM. Informasi termasuk jenis hoaks false connection atau koneksi yang salah.
Ciri paling gamblang dalam mengamati konten jenis ini adalah ditemukannya judul yang berbeda dengan isi berita. Konten jenis ini biasanya diunggah demi memperoleh keuntungan berupa profit atau publikasi berlebih dari konten sensasional.