Kampus-kampus di Australia Berencana Hentikan Program Bahasa Indonesia, Alasannya?

murdoch university foto university of murdoch (Foto : )

Kampus-kampus di Australia berencana menghentikan program Bahasa Indonesia. Padahal program itu sudah dibuka sejak puluhan tahun lalu. Begini alasannya. Murdoch University di Negara Bagian Australia Barat telah mengonfirmasikan rencana mereka untuk menutup program Bahasa Indonesia di tahun 2021. Murdoch University mengakui, mereka telah mengambil "keputusan yang sulit" untuk menghentikan tiga disiplin ilmu, yakni Bahasa Indonesia, teater, serta drama dan radio. Ada sejumlah alasan yang mempengaruhi rencana ini. Antara lain tantangan di tengah pandemi Covid-19, perubahan model pembiayaan untuk universitas oleh pemerintah federal, serta jumlah mahasiswa yang mendaftar. "Kami menyesali rencana penangguhan penawaran program kuliah bahasa Indonesia ini. Namun dengan kurang dari sepuluh orang yang mendaftar setiap tahunnya selama tiga tahun terakhir, maka sulit dilakukan," ujar juru bicara Murdoch University kepada ABC Indonesia. Rencana penutupan program bahasa Indonesia di Murdoch University ini hanya selang beberapa pekan setelah La Trobe University di Melbourne juga berencana menghentikan program Bahasa Indonesia tahun depan. Atas kebijakan kampus tersebut, Asosiasi Mahasiswa Kelas Bahasa Indonesia mengeluarkan petisi online untuk menyelamatkan program yang sudah ditawarkan sejak tahun 1989. Hingga saat ini sudah lebih dari dua ribu orang yang mendukung dan menandatangani petisi tersebut, termasuk dari warga Indonesia yang tinggal di Australia.

Rencana Horor

Profesor Emeritus David T Hill yang pernah mengajar Bahasa Indonesia di Murdoch University selama 25 tahun mengaku rencana tersebut "horor" dan mengejutkan. "Sebuah universitas yang memiliki program bahasa Indonesia yang sudah begitu lama dan terpandang, kemudian mengambil tindakan tersebut, jelas bertentangan dengan kepentingan Australia," katanya, Menurut Hill,  mempelajari budaya dan bahasa Indonesia dari Australia Barat sangatlah penting. Ini karena negara bagian tersebut menjadi salah satu pintu gerbang terdekat Australia dengan Indonesia. "Penting untuk diketahui bahwa Murdoch University telah menghasilkan banyak lulusan sangat sukses, yang telah memberikan kontribusi signifikan bagi masyarakat Australia," kata Hill yang sekarang sudah pensiun. Ia mengatakan sejak Murdoch University menawarkan program Bahasa Indonesia di tahun 1975, sudah banyak lulusannya yang bekerja di berbagai bidang. Mulai dari bidang bisnis, akademis hingga pemerintahan, termasuk di  Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT). Hill menilai Murdoch University hanya melihatnya sebagai jangka pendek. Padahal menurutnya, masa depan Australia justru terletak di negara-negara Asia terdekatnya seperti Indonesia.

Komitmen Australia

Pada 2012, pemerintah Australia yang saat itu dipimpin Perdana Menteri Julia Gillard sebenarnya pernah mengeluarkan sebuah dokumen yang dinamakan 'Asian Century White Paper'. Dalam dokumen tersebut disebutkan perlunya meningkatkan literasi bahasa dari negara-negara Asia agar dapat terus menjalin hubungan politik dan ekonomi Australia dengan kawasan Asia Pasifik. Ada empat prioritas bahasa yang perlu dipelajari orang Australia, yakni bahasa Mandarin, India, Indonesia, dan Jepang. Namun kenyataan di lapangan berkata lain. Pada tahun 1992 ada 22 universitas di Australia yang menawarkan program studi Indonesia. Namun saat ini jumlahnya menyusut hingga tinggal 14 universitas saja. Pemerintah Australia tidak menanggapi pertanyaan ABC Indonesia soal 'Asian Century White Paper', tapi juru bicara Pemerintah Australia mengatakan tetap ada dorongan agar warga Australia belajar bahasa selain Inggris. Tetapi menurut Profesor Edward Aspinall dari Australian National University, 'Asian Century White Paper' sebagian besar sudah ditinggalkan oleh Pemerintah Federal. Meski demikian masih ada program lain, seperti 'New Colombo Plan' yang memberikan kesempatan bagi anak-anak muda Australia yang duduk di bangku kuliah untuk belajar langsung budaya dan bahasa di negara-negara Asia. "Tapi ini [New Colombo Plan] adalah rencana yang cukup kecil dan hanya itu satu-satunya yang ditunjukkan Pemerintah Australia sebagai komitmen yang berkelanjutan dan mendalam," kata  Aspinall, yang juga Presiden Asian Studies Association of Australia (ASAA).

Dinilai Tak Serius

ASAA telah mengkonfirmasi jumlah universitas di Australia yang menawarkan program Bahasa Indonesia benar-benar menurun. Juru bicara Departemen Pendidikan, Keterampilan dan Ketenagakerjaan di Australia mengatakan, jika Pemerintah Australia tidak bisa memutuskan program studi apa yang bisa dihentikan atau dilanjutkan oleh universitas. Dikatakan, universitas adalah lembaga otonom yang berhak mengeluarkan keputusannya sendiri. Tetapi Aspinall menyebut, pemerintah federal tetap memiliki peran untuk menghentikan penutupan program bahasa Asia. Ia memperingatkan penurunan studi bahasa Asia di Australia akan membuat hubungan Australia dengan negara-negara di kawasan Asia menjadi buruk. "Ini mengirimkan sinyal bahwa Australia tidak benar-benar serius tentang hubungannya dengan negara-negara Asia, yang hanya memerlukan pendekatan instrumental atau transaksional murni untuk hubungan tersebut dan kita tidak menghargai budaya di kawasan sendiri," katanya lagi. ASAA telah meminta Pemerintah Australia untuk melakukan kembali investasi yang serius, termasuk dengan menemukan cara melindungi program-program penting dalam bahasa Asia di tengah guncangan keuangan saat ini yang dirasakan universitas. ABC Indonesia