Peneliti China Klaim Virus Corona Berasal dari India atau Bangladesh

peneliti china (Foto : )

Peneliti di China telah mengklaim bahwa virus corona mungkin berasal dari India atau Bangladesh, dalam apa yang diduga upaya mengalihkan kesalahan dari Wuhan. Sebuah makalah dari peneliti di Institut Ilmu Biologi Shanghai menunjukkan virus corona telah ada di anak benua India sebelum mewabah di Wuhan, China tengah pada Desember 2019. Namun, teori itu diperdebatkan. Seperti diberitakan The Sun Jumat (27/11/2020), penelitian yang berjudul ‘The Early Cryptic Transmission and Evolution of Sars-Cov-2 in Human Hosts’, menentang pendapat umum di antara para ilmuwan bahwa virus corona baru berasal dari pasar basah di Wuhan. Penelitian yang di-posting SSRN.Com, platform pracetak dari jurnal medis terkemuka The Lancet, pada 17 November dan mendasarkan temuannya pada penelitian strain virus yang disediakan oleh 17 negara berbeda. Penelitian, yang dipimpin oleh Dr Shen Libing, mengklaim pendekatan tradisional untuk melacak asal-usul strain virus corona tidak berhasil karena menggunakan virus kelelawar yang ditemukan di Yunnan, barat daya China, beberapa tahun lalu. Para ilmuwan menggunakan ini sebagai referensi leluhur untuk memeriksa sejarah evolusi virus itu pada kelelawar, bukan asal mula virus pada manusia. Dalam makalah tersebut, para peneliti mengklaim metode ini membuat para ilmuwan tidak bisa melacak asal-usul pandemi. Karenanya, mereka menggunakan metode baru yang melibatkan penghitungan jumlah mutasi pada setiap jenis virus. Mereka mengklaim bahwa strain dengan mutasi paling banyak telah ada untuk waktu yang lebih lama, dan yang mutasi lebih sedikit lebih dekat dengan virus awal Covid-19. Makalah tersebut mengklaim bahwa strain yang paling sedikit bermutasi ditemukan di delapan negara: Australia, Bangladesh, Yunani, Amerika Serikat (AS), Rusia, Italia, dan Republik Ceko. Penelitian itu juga menyatakan bahwa daerah wabah pertama harus memiliki keragaman genetik terbesar, dan mengutip India dan Bangladesh. Para peneliti mengusulkan bahwa populasi muda India, cuaca ekstrem dan kekeringan menciptakan kondisi yang diperlukan bagi virus untuk berpindah ke manusia. "Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa Wuhan bukanlah tempat di mana penularan SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia pertama kali terjadi," tulis para peneliti dalam malakalah itu. "Baik informasi geografis strain yang paling sedikit bermutasi dan keanekaragaman strain menunjukkan bahwa anak benua India mungkin menjadi tempat di mana penularan SARS-CoV-2 manusia-ke-manusia yang paling awal terjadi, yaitu tiga atau empat bulan sebelum wabah Wuhan,” tambahnya. Perlu dicatat bahwa penelitian ini masih dalam bentuk pracetak dan belum melalui proses peer-review atau peninjauan sejawat, sehingga tidak boleh dilihat sebagai kesimpulan yang mapan. Namun, penelitian itu diperdebatkan sejumlah ilmuwan lain, termasuk dari India dan AS. Mukesh Thakur, seorang ahli virologi yang bekerja dengan pemerintah India, mengatakan kepada South China Morning Post bahwa kesimpulan tersebut adalah "salah tafsir". Sementara Marc Suchard, profesor dalam genetika manusia dan biostatistik di UCLA, mengatakan bahwa "kumpulan acak" strain virus yang digunakan "tidak mungkin menghasilkan asal mula virus". Dia mengakui metode tersebut "sangat menjanjikan" tetapi mengatakan itu "muncul dengan ketidakpastian yang cukup besar". The Sun