Di masa pandemi di Sri Lanka banyak orang berburu kunyit. Sekantong kunyit selundupan seberat 100 kilogram bisa ditukar dengan 1 kilogram emas.
Perburuan kunyit di Sri Lanka terjadi karena praktisi kesehatan banyak membeberkan tentang manfaat kunyit. Akibatnya, permintaan terhadap kunyit meroket dan membuka celah pedagang memainkan harga serta penyelundup yang memasok kunyit saat pasokan sudah menipis.
Seperti diberitakan South China Morning Post, berdasarkan data resmi, orang Sri Lanka mengonsumsi sekitar 7.500 ton kunyit pada 2019. Negara itu tercatat membudidayakan sekitar 2.000 ton, yang berarti sebagian besar bergantung pada impor.
[caption id="attachment_403002" align="alignnone" width="600"] Seorang pria Sri Lanka minum minuman susu kunyit. Rempah ini dipercaya memiliki kualitas penambah kekebalan (Foto: South China Morning Post/AFP)[/caption]
Pada bulan Desember tahun lalu, sekitar sebulan sebelum kasus virus korona positif pertama di Sri Lanka, pemerintahan baru Presiden Gotabaya Rajapaksha melarang impor berbagai rempah - termasuk kayu manis, jahe, pala, dan kunyit – sebagai upaya untuk meningkatkan produk dalam negeri.
Meskipun dulu harga kunyit sekitar 350 Rupee Sri Lanka (USD1,90) atau Rp26.000 per kilogram sebelum pandemi, harga kunyit sekarang naik hingga 13 kali lipat menjadi US27 (Rp380.000) per kilogram.
Pihak berwenang pun telah menyita beberapa kiriman kunyit selama beberapa bulan terakhir akibat banyaknya penyelundupan di perairan Teluk Benggala yang begitu luas.
[caption id="attachment_403003" align="alignnone" width="600"] Nelayan di pesisir diduga terlibat dalam upaya penyelundupan kunyit (Foto: South China Morning Post/EPA)[/caption]
Tak hanya di Sri Lanka, di negara bagian Tamil Nadu, India, otoritas pesisir mengatakan mereka telah menyita 4.685 kilogram kunyit di satu distrik dalam dua bulan terakhir. Tujuh orang ditahan setelah mengaku berusaha menyelundupkan kantong kunyit menggunakan perahu dan kapal pukat ikan.
Angkatan Laut Sri Lanka telah menyita lebih dari tujuh ton kunyit selundupan dari pihak mereka hingga Agustus. Nelayan lokal dari kedua negara tersebut diyakini terlibat dalam perdagangan bawah tanah.
Di masa lalu, komoditas berharga mahal seperti emas, ganja, dan teripang diselundupkan oleh kartel terkenal, tetapi ini adalah yang pertama untuk barang umum seperti kunyit.
“Kami telah meningkatkan upaya pengumpulan intelijen kami di wilayah tersebut dan meningkatkan patroli laut kami untuk mengekang kegiatan penyelundupan yang berkembang pesat,” kata R Chinnawamy, pengawas polisi di distrik pesisir Nagapattinam.
“Sulit untuk menangkap pelakunya karena kunyit merupakan produk yang umum digunakan dan tidak ada batasan pergerakannya di Tamil Nadu. Jadi, para penyelundup dengan mudah memindahkan rempah-rempah dalam jumlah banyak dari daerah penghasil kunyit ke pesisir dengan dalih untuk keperluan rumah tangga,” jelasnya.
Sementara itu, Presiden Asosiasi Pedagang Kunyit India, RKV Ravishankar, mengatakan dalam beberapa bulan terakhir terjadi peningkatan permintaan kunyit yang tidak biasa dari distrik pesisir yang menunjukkan bahwa tujuan akhir mereka pasti Sri Lanka. Erode diketahui adalah salah satu daerah penghasil kunyit terbesar di India.
“Kami menjual kunyit satu tas dengan harga 60 rupee India (Rp11.000) per kilo dan harga di Sri Lanka adalah 4.000 rupee Sri Lanka (Rp304.000) per kilo,” katanya.
“Secara alami, penyelundup akan memanfaatkan situasi tersebut. Mereka yang tinggal di daerah pesisir yang memiliki akses ke kapal penangkap ikan dan memiliki pengetahuan tentang transaksi lintas batas, mereka dapat mendapatkan hadiah meskipun mereka mendapatkan satu atau dua ton kunyit,” tambahnya.
Lonjakan permintaan juga menimbulkan kekhawatiran tentang pemalsuan bubuk kunyit. Penambahan seperti tepung beras, tepung terigu atau bahkan bubuk pewarna kuning - yang bisa berbahaya bagi kesehatan - ditambahkan ke kunyit untuk dijual dengan harga lebih murah.
South China Morning Post