Indonesia ikut terlibat dalam menjalankan penelitian pembuatan vaksin COVID-19, salah satunya uji klinik Fase III vaksin Sinovac di Universitas Padjadjaran. Penelitian tersebut dikawal langsung oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memastikan keamanan, kualitas, dan manfaat vaksin COVID-19 yang nantinya akan digunakan oleh masyarakat.Pendampingan dimulai sejak protokol uji klinik dimulai hingga saat ini memasuki Fase III. Upaya tersebut diharapkan dapat mempercepat penerbitan regulasi yang dibutuhkan.Hal itu disampaikan Prof. Dr. Kusnandi Rusmil pada acara Dialog Produktif bertema Menjawab Berbagai Keraguan Soal Vaksin, yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Selasa (03/11/2020). Menurut Ketua Tim Riset Uji Klinik Vaksin COVID-19 Unpad, Prof. Dr. Kusnandi Rusmil, pihaknya sudah melakukan 1.620 suntikan pertama dan 1.590 suntikan kedua.“Kami sudah melakukan 1620 suntikan pertama, kemudian 1590 suntikan kedua, sampai sekarang itu tidak ada (efek) yang mengkhawatirkan.” kata Prof. Dr. Kusnandi Rusmil.Hasil uji klinik Fase III yang diselenggarakan di Unpad ini nantinya akan digabungkan dengan data dari hasil uji klinik Fase III di Negara lain.Gabungan data hasil uji klinik Fase III dari berbagai tempat di belahan dunia (multi center) inilah yang nantinya akan menjadi acuan regulator untuk melanjutkan ke fase berikutnya. Hingga sejauh ini, hasil uji klinik Fase III di Unpad cukup bagus.“Ini termasuk uji klinik yang aman sejauh ini, dibandingkan dengan hasil uji klinik vaksin tetanus dan difteri, ini lebih aman.” tambah Prof. Dr. Kusnandi Rusmil.Selain itu, prosedur penyiapan uji klinik Fase III vaksin COVID-19 ini sudah terencana dengan baik dan sesuai jadwal, mulai dari persiapan protokol hingga penyuntikan relawan.Prof. Dr. Kusnandi Rusmil memperkirakan, laporan hasil uji klinik Fase III ini akan dilaporkan pada regulator pada Januari dan selesai Maret 2021.Keraguan lain seperti kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) setelah melakukan vaksin, juga tidak perlu dikhawatirkan masyarakat luas.“Kemungkinan terjadi reaksi yang berat, umpamanya pingsan setelah diimunisasi itu 0,1 dari 1 juta.” terang Prof. Dr. Kusnandi Rusmil.Begitu juga dengan fenomena Antibody Dependent Enhancment (ADE) yang sempat muncul mengiringi pemberitaan vaksin COVID-19 yang tengah diuji coba.Fenomena ADE yang diketahui hingga saat ini hanya timbul pada vaksin demam berdarah, karena memiliki empat anti gen di dalamnya. Ini tidak terjadi pada COVID-19 yang memiliki satu anti gen.Penelitian mengenai kemungkinan timbulnya ADE pada vaksin COVID-19 ini, sebelumnya sudah dilakukan pada uji klinik Fase I dan II, dan terbukti tidak timbul fenomena ADE tersebut.“Hal terpenting yang perlu dilakukan masyarakat sebelum vaksin COVID-19 ini nantinya beredar di masyarakat adalah tetap disiplin menerapkan protokol 3M yakni, menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan dengan sabun, serta menghindari kerumunan. Cara ini merupakan langkah pencegahan terpenting agar tidak tertular COVID-19.” pungkas Prof. Kusnandi Rusmil.