Ritual Kucing ini telah berlangsung berabad-abad hingga kini meski kemudian aneka ragam modelnya. Jika kita berkenan menggunakan otak untuk berpikir sejenak saja maka akan banyak manfaat memahami Ritual Kucing ini. Saat itu mentari bersinar cerah. Langit bersih membiru. Angin sepoi dingin mengelus tulang. Dedaunan berwarna-warni. Musim gugur berabad-abad silam.Tang ... Tang ... Tang ... Sayup dentang lonceng raksasa membisik. Saatnya para pejalan diam, peziarah rahsa dan penyelam pikiran rehat sejenak. Suara kentongan bertalu-talu, enam puluh sembilan kali.Meditasi sore segera dihelat. Menghubungkan kembali tubuh dengan Ibu Bhumi dan Bapa Langit. Mengembalikan kembali kesadaran manusia utuh.Aku mempersiapkan tubuhku. Seguyuran air membasuh kedua telapak tanganku juga jari-jemariku hingga seluruh tanganku sampai lengan. Menghapus kenangan tingkah pun laku yang seharian ini mungkin telah merugikan orang lain.Sesiraman air membasuh wajahku untuk menyadarkannya, menyegarkannya, mempercantiknya dan membuatnya memesona. Elok dipandang manusia pun saat bertatapan dengan Sang Diri.Segala najis yang keluar dari mulut dijejal air. Berkumur sambil meretas ampunan. Apa yang keluar dari mulut datangnya dari hati dan pikiran. Kembali indah alunan suara.Semua indera dibasuh sesal dan maaf, dibasahi air. Mata, Hidung, Telinga diajak kembali menyadari fungsinya yang utama yang suci tanpa mereka-reka. Mereka harus ditutup untuk lebih merasuk ke dalam diri.Demikian pula dengan kedua kakiku. Membasahi deras kedua telapak kaki hingga pangkal paha. Memupus segala langkah buruk yang dituntun nafsu.Membasuh lembut ubun-ubun menjadi pamungkas penyadaran pikiran. Dari sinilah segala baik dan buruk mawujud. Dari sini pula segala surga maupun neraka menampakkan diri.Aneka rupa bunga ditempatkan di wadah-wadah anyaman bambu. Semerbak mewangi.Aku telah siap. Tubuh dan pikiranku telah menyatu. Ribuan orang mengerumuniku seperti biasa. Aku hanya mengajak mereka bertenang sejenak seraya bersenyum. Entah apa namanya. Tidak terbersit namanya dalam pikiranku saat itu.Mereka menunggu gumamku. Bagi mereka gumamku adalah saripati kehidupan. Gumamku yang tiba-tiba muncul dari samudera rahsa. Lantunan suluk yang nyaris sama setiap hari: Sehat, Seger, Sugih ... Waras, Waris, Wareg.Ini berlangsung ratusan tahun kemudian. Hingga suatu hari tibalah dua ekor kucing ke biara. Kedua kucing itu jantan. Bulu mereka tiga warna. Entah dari mana mereka.Hampir setiap saat keduanya ribut. Namun, tidak berpengaruh untukku. Aku tetap pada kesadaran tertinggiku. Inderaku hanya sebagai penonton tanpa komentar. Suwung!Bagaimana dengan ribuan orang lain yang selalu bersama-sama aku?Mereka gelisah. Tiada lagi ketenangan dalam pikiran mereka. Mereka memang masih dalam perjalanan inderawi. Tidak apa-apa.Maka ku perintahkan kedua kucing itu ditangkap. Menangkapnya harus tanpa dikasari. Keduanya dikurung dan dipisahkan. Satu di gerbang depan dan satu lagi di gerbang belakang. Ada pula makanan dan minuman di dalamnya agar kucing itu tenang.Demikian kebiasaan ini berlangsung dari hari itu hingga hari-hari selanjutnya. Hingga bulan-bulan selepasnya. Sampai bertahun-tahun pun berabad-abad hingga kini.Saat aku mati, kedua kucing itu tetap ditangkap, dikandangkan dan dihidangi makanan serta minuman setiap sore ketika lonceng biara berdentang.Demikian pula saat kedua kucing itu mati, dua kucing lain yang punya tiga warna pada bulunya dibawa ke biara dan dipelihara. Supaya, setiap sore bisa ditangkap dan dikandangkan.Generasi lepas generasi. Hingga generasi berikutnya mengakuiku sebagai Nabi. Menamakan penenangan diri itu sebagai Meditasi. Kemudian menamai tangkap kandangkan kedua kucing itu Ritual Kucing.Tidak hanya kucing kampung, kini kucing jenis Maine Coon yang dipelihara di biara. Kucing raksasa!Kandangnya dibuat indah dan megah, makanannya sungguh lezat dan istimewa. Menangkap kedua kucing itu kini bahkan menjadi sakral plus tontonan wisata.Para pemikir masa kini bahkan sampai menulis kitab-kitab tentang filosofis di balik menangkap dan mengandangkan kucing saat meditasi. Kajian bagaimana mendapatkan rezeki langit kala memberi kandang megah dan makanan serta minuman kelas wahid bagi kucing. Juga kajian pertukaran surgawi tentang semakin besar kucing maka semakin besar pula kesempatan mendapatkan pencerahan religius.Tuhan tertawa terbahak-bahak seraya bertanya kepadaku,"Mengapa tiada kau ajarkan mereka untuk memahami dan menggunakan akal budi dan nurani?"Aku hanya menunduk malu. Membungkam sambil menghitung-hitung fulus saat digelar acara wisata religius: Ritual Kucing.
INSPIRASI - Ritual Kucing
Selasa, 3 November 2020 - 17:24 WIB
Baca Juga :