Muncul di media sosial postingan yang menyebut, debat calon Pilwakot Solo tak disiarkan live, KPU beralasan takut gobloknya ketahuan kayak bapaknya dulu.
Beredar di media jejaring sosial Facebook, sebuah unggahan artikel yang diposting oleh akun bernama Prabu Wicaksono pada 12 Oktober 2020.
Unggahan berupa tangkapan layar artikel berita seperti tertulis dari media “cebongdungu.co.id”, dengan judul “Debat Calon Wali kota Solo Tak Disiarkan Live, KPU: Takut Gobloknya Ketahuan Kayak Bapaknya Dulu".
Kemudian masih dalam tangkapan layar artikel, dibawah judul terdapat narasi:
“netijen: dungu di piara...piaara kambing mah”
Dalam postingannya, pemilik akun menyantumkan narasi dengan menyebut:
“Dr leher naik bukan kepala tapi martabak telur kebo..."
[caption id="attachment_390848" align="alignnone" width="1405"] Postingan akun Prabu Wicaksono. (Screenshot Facebook)[/caption]
Hingga artikel ini diturunkan, postingan yang diunggah telah direspon oleh publik dengan 179 reaksi, 9 komentar dan telah dibagikan 28 kali oleh pengguna Facebook lain.
Lantas benarkah artikel yang diunggah tersebut? Dan menyebut KPU tak siarkan secara live (langsung) debat calon wali kota Solo karena takut gobloknya ketahun kayak bapaknya dulu?
Berikut krosceknya.
Penelusuran Kroscek ANTVklik, lewat mesin pencarian, sumber artikel dari media yang disebut dari “cebongdungu.co,id”, tidak ditemukan nama situs atau laman itu di manapun. Sehingga berawal dari situ pun sudah diketahui bahwa artikel tidak jelas sumbernya.
Namun untuk menghilangan penasaran, kroscek dan penelusuran dengan menelisik judul unggahan yang digunakan sebagai kata kunci dalam mesin pencarian ditemukan, Google langsung mengarahkan kepada judul yang sebenarnya yaitu: “Debat Calon Wali kota Solo Tak Disiarkan Live, KPU: Anggaran Minim.”
Berdasar pencarian teratas merujuk ke situs radarsolo.jawapos.com dengan artikel berjudul ““Debat Calon Wali kota Solo Tak Disiarkan Live, KPU: Anggaran Minim” yang dipublish pada 10 Oktober 2020.
Kemudian menelisik foto dan tata letak judul dalam unggahan di Facebook, penelusuran yang identik mengarah ke laman news.idtoday.co, yang belakangan diketahui mengutip sumber berita dari jawapos.com. Judul artikel dan tanggal publish juga sama.
Unggahan Facebook menggunakan sumber asli dari news.idtoday.co, namun dalam judul artikelnya ada manipulasi yang dilakukan. Penulisan kalimat “KPU: Anggaran Minim” dihapus dan diganti dengan kalimat “KPU: Takut Gobloknya Ketahuan Kayak Bapaknya Dulu". Jadi judul artikel asli sudah mengalami suntingan.
Mengutip cuplikan dalam artikel, dipaparkan, debat calon wali kota-wakil wali kota Surakarta menjadi salah satu tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang dinanti. Sayangnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surakarta tidak akan menyiarkan kegiatan tersebut secara langsung alias live.
Ketua KPU Surakarta Nurul Sutarti mengatakan, agenda debat rencananya disiarkan salah satu televisi swasta lokal dengan metode siaran tunda. Bagi KPU, hal itu tidak menjadi persoalan. Sebab, biaya untuk mengadakan siaran langsung cukup besar.
"Nggak cukup anggarannya. Cukupnya cuma siaran tunda. Anggaran kami fokus untuk sosialisasi di media," katanya.
Meski memutuskan untuk melakukan siaran tunda, KPU mendapat banyak tawaran dari stasiun televisi swasta nasional untuk melakukan siaran langsung. Namun, hal itu belum dapat diputuskan.
"Saya kurang tahu kenapa banyak yang minta (siaran) live. Ya silakan saja live, tapi kami tidak punya anggaran. Gitu aja," ucapnya.
KPU, lanjut Nurul, masih mempertimbangkan protokol kesehatan dalam acara debat kandidat. Sesuai dengan aturan, hanya 50 orang yang dapat masuk ke ruangan, termasuk media. "Lha ini jadi perhatian sendiri. Kami tak ingin menyalahi aturan tersebut," papar dia.
Jadi berdasar kroscek dan penjelasan, klaim akun Prabu Wicaksono yang menyebut KPU tak siarkan secara live debat calon wali kota Solo karena takut gobloknya ketahuan kayak bapaknya dulu, adalah tidak benar alias hoaks. Faktanya menurut KPU keputusan tersebut diambil karena minimnya anggaran.
Informasi termasuk dalam hoaks jenis misleading content atau konten yang menyesatkan.
Misleading terjadi akibat sebuah konten dibentuk dengan nuansa pelintiran untuk menjelekkan seseorang maupun kelompok. Konten jenis ini dibuat secara sengaja dan diharap mampu menggiring opini sesuai dengan kehendak pembuat informasi.
Misleading content dibentuk dengan cara memanfaatkan informasi asli, seperti gambar, pernyataan resmi, atau statistik, akan tetapi diedit sedemikian rupa sehingga tidak memiliki hubungan dengan konteks aslinya.
Baca juga: