Pro Kontra Undang-undang Cipta Kerja, Kepentingan Siapa?

demo (Foto : )

Di sisi lain UU Cipta kerja dinilai banyak kalangan merugikan pihak pekerja seperti buruh, nelayan, dan petani. Undang-undang cipta kerja dianggap hanya akan memberikan keuntungan kepada pemilik modal. Meski sudah lebih dari sepekan disahkan oleh DPR melalui sidang Paripurna pada 5 Oktober silam, polemik pro dan kontra Undang-Undang Cipta Kerja tetap hangat diperbincangkan. Pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin meyakini UU Cipta Kerja mampu menjadi penyelamat Indonesia untuk lolos dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap. Musababnya, peraturan yang dijuluki undang-undang sapu jagad ini mampu memangkas birokrasi dan memberikan kemudahan izin berusaha serta regulasi yang sederhana dan efisien untuk menarik minat para investor. Terlebih lagi dengan bonus demografi yang dimiliki Indonesia, jadi momentum tepat untuk lolos dari jebakan tersebut. Karenanya banyak lapangan pekerjaan diyakini mampu tercipta. Bantu pelaku usaha kecil Wakil Ketua Komisi Tetap Pembiayaan Infrastruktur Bidang Konstruksi & Infrastruktur KADIN, Irvan Rahardjo, mengatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja dapat membuka lebar lapangan pekerjaan khususnya untuk para pelaku UMKM sebagaimana diatur dalam Pasal 97. “Pemerintah membuka peluang bagi para pelaku usaha mikro dan kecil dengan memberikan porsi paling sedikit 40 persen dari hasil produk dalam negeri untuk pengadaan barang dan jasa pemerintah pusat,“ ujar Irvan dalam sebuah diskusi virtual. Irvan menyampaikan, dalam Undang-Undang Cipta Kerja Pasal 102 mengatur bahwa para pelaku UMKM akan mendapat pendampingan dari pemerintah melalui akses-akses pembiayaan. “Pembiayaan alternatif UMKM untuk pemula, pembiayaan dari dana kemitraan, bantuan hibah dari pemerintah, dana bergulir, tanggung jawab perusahaan.“ Irvan meyakini bahwa para pengusaha kecil akan sangat terbantu dengan adanya peraturan ini. “Maka sekarang ini oleh Undang-Undang Cipta Kerja ini, UMKM itu bukan saja mendapatkan pancingnya, mendapatkan ikannya, tapi juga mendapatkan perahunya, mendapatkan jalanya sekaligus untuk bisa mendapatkan bisnis atau peluang usaha,“ jelasnya. Namun, ia menegaskan bahwa implementasi UU Cipta Kerja masih mempunyai banyak kendala sehingga memerlukan banyak aturan turunan. “Dia masih banyak membutuhkan lagi peraturan pemerintah, peraturan menteri, turunan-turunan dari undang-undang ini masih sangat banyak yang menjadi PR kita. Inilah yang menjadi kendala,“ ujarnya. PKWT kontrak seumur hidup Dalam kesempatan yang sama, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita Silaban, mengatakan ada poin-poin dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang dinilai pihaknya merugikan kaum buruh. “Soal PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), ada soal (tenaga) alih daya outsourcing, soal upah minimum sektoral yang hilang, dan satu lagi soal pesangon. Kami akan perjuangkan,“ tutur Elly. Ia mengatakan bahwa pada draf awal RUU Cipta Kerja yang diberikan pemerintah ke DPR pada awal tahun tidak terdapat pasal yang mengatur soal PKWT sebagaimana tertulis di Pasal 59 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan - yang telah dihapus MK. Kemudian pihaknya memberikan masukan dalam proses serap aspirasi kepada DPR, namun tidak terakomodasi. Sumber:Viva.co.id