Api abadi Mrapen telah padam sejak 25 September 2020 lalu. Sebelumnya, pada 1996, api abadi Mrapen sempat redup akibat debit gas berkurang, akan tetapi setelah dilakukan pengeboran semburan gas kembali stabil.
Mengapa padam? Pertanyaan ini banyak muncul kala mengetahui kabar sumber api yang dianggap abadi ini tak lagi mengeluarkan lidah api.
Ada beberapa kemungkinan. Pertama, adanya lumpur yang menyumbat sistem percelah-retakan yang menjadi saluran gas metan. Lumpur ini dibawa oleh surface run-off (air permukaan).
Kedua, ada pengeboran atau penggalian tak jauh dari kawasan Mrapen. Ini menyebabkan berpindahnya jalur gas atau arah semburan ke titik baru. Akibatnya titik Mrapen surut dan padam.
[caption id="attachment_383500" align="alignnone" width="900"]
Kota Demak dijadikan pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan pusat pendidikan dan penyebaran agama Islam ke seluruh Jawa. Sebagai lambang negara Islam dibangunlah sebuah masjid Agung yang merupakan perpaduan antara budaya Islam dengan budaya Hindu.
Ekspedisi pemboyongan dipimpin oleh Sunan Kalijaga tampak berjalan lancar. Setelah sampai di Mrapen mereka merasa sangat lelah. Kemudian rombongan itu beristirahat disitu.
Karena tidak ada air untuk minum, maka Sunan Kalijogo bersemedi memohon kepada Tuhan diberi air untuk minum para pengikutnya. Tongkat wasiatnya ditancapkannya ke tanah, kemudian dicabutnya. Tetapi yang keluar bukan air namun api yang tidak dapat padam (Api Abadi). Sejak itulah tempat itu disebut Mrapen. Sunan Kalijaga kemudian menancapkan tongkatnya ke tempat lain tak jauh dari titik semburan api. Di sinilah akhirnya tanah mengeluarkan semburan air bersih dan bening. Titik ini akhirnya diberi nama Sendang Dudo. Lubang semburan air memiliki diameter tiga meter dan kedalaman sekitar dua meter. Sesampainya di Demak barang - barangnya yang dibawa diteliti. Ternyata ada yang ketinggalan di Mrapen, berupa sebuah Umpak (alis tiang). Sunan Kalijaga menyatakan umpak itu tidak perlu diambil sebab nantinya akan banyak gunanya. Batu umpak itu kemudian dikenal dengan Watu Bobot. Setiap malam Jumat Kliwon selalu ramai dikunjungi oleh para peziarah dengan maksud tertentu. Suatu saat, Sunan Kalijaga memerintahkan Mpu Supa untuk membuat keris di Mrapen. Maka Mpu Supa pergi ke Mrapen, pembakaran material besinya digunakan api abadi. Watu Bobot digunakan sebagai landasan menempa. Sedang air Sendang Dudo digunakan sebagai penyepuhnya. Aneh, air yang tadinya jernih setelah dipakai untuk menyepuh keris berubah warna menjadi kuning kecoklatan sampai sekarang. Api Abadi Mrapen Api abadi ini menjadi sumber api obor untuk acara yang bersifat nasional maupun internasional. Diantaranya, untuk pesta olahraga internasional Ganefo pada 1 November 1963. Juga Pekan Olahraga Nasional XVI 23 Agustus 1996. Sedangkan setiap tahun, api abadi dari Mrapen ini juga digunakan untuk obor upacara Hari Raya Waisak bagi umat Budha. Berminat ke lokasi Api Abadi Mrapen? Objek wisata Api Mrapen ini terletak tidak jauh dari jalan raya Purwodadi-Semarang, berjarak kurang lebih 26 Km dari kota Purwodadi.