Menurut Akmal, apresiasi dan teguran akan terus dilakukan sesuai perkembangan yang terjadi di lapangan dan berdasarkan laporan yang masuk ke Kemendagri.“Tidak menutup kemungkinan, apresiasi dan teguran ini akan terus bertambah berdasarkan data dan laporan yang masuk ke Kemendagri. Diharapkan pada tahapan selanjutnya, para kepala daerah harus benar-benar memperhatikan protokol kesehatan dan tidak melakukan aktivitas yang memungkinan timbulnya kerumunan massa,” paparnya.Sebelumnya, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum, Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Polpum Kemendagri) Bahtiar menegaskan, teguran yang dilayangkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) adalah teguran keras.Jika melanggar lagi, artinya bebal. Sanksi akan lebih berat lagi. Bahkan, pimpinan daerah yang ikut dalam pemilihan kepala daerah bisa dikeluarkan dari arena pemilihan alias didiskualifikasi." Pilkada itu ibarat pertandingan bola anda tidak boleh melawan wasit saat bertanding, bisa dikeluarkan dari lapangan pertandingan, dicoret begitu," kata Bahtiar, di Jakarta, Selasa (8/9/2020).[caption id="attachment_371127" align="aligncenter" width="900"] Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum, Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Polpum Kemendagri), Bahtiar (Foto Puspen Kemendagri)[/caption]Menurut Bahtiar, sejak awal, pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilihan sepakat melanjutkan Pilkada ini dengan mengutamakan keselamatan warga negara. Itu mesti ditempatkan diatas segalanya.Artinya, semua tahu bahwa Pilkada ini memang berpotensi terjadinya aktivitas orang dalam jumlah besar. Maka seluruh tahapan Pilkada serentak 2020 ini dibuat sedemikian rupa, berbeda dengan Pilkada sebelumnya.Ada protokol kesehatan dalam pelaksanaan Pilkada yang mesti dipatuhi. Itu yang kemudian oleh KPU diterjemahkan dalam PKPU Nomor 6 Tahun 2020, PKPU Nomor 10 Tahun 2020 yang mensyaratkan protokol kesehatan.Termasuk di Pasal 49 ayat 3 itu bagaimana tata cara pendaftaran, pendaftaran itu diisyaratkan dalam PKPU Nomor 6 Tahun 2020 yang hanya dihadiri oleh ketua dan sekretaris dari partai politik, atau ketua sekretaris tim suksesnya kalau calon perseorangan. Jadi tidak boleh ramai-ramai.Intinya, kata dia, tidak boleh ada kerumunan. Ini untuk mencegah potensi penularan virus Covid-19. Maka tidak ada toleransi sedikitpun bagi pelaku pelanggar protokol kesehatan termasuk di Pilkada ini.Hukumnya sudah jelas. Hukum terkait dengan kesehatan khususnya tentang protokol kesehatan, ada UU Karantina, UU Penyakit dan Inpres Nomor 6 Tahun 2020." Kalau masih ada saja Bapaslon begitu, apalagi temuan Bawaslu itu 243 daerah, nah ini mau jadi pemimpin seperti ini. Anda bayangkan bahwa orang-orang seperti ini yang mengetahui aturan dan sudah tahu bahwa bahayanya Covid-19, kalau orang ini nantinya terpilih, anda bisa bayangkan akan jadi apa daerah itu tahun 2021. Jadi ini bukan soal orang siapa yang melanggarnya ya. Yang kita cegah adalah perilakunya. Perilaku yang secara diduga patut diduga secara sengaja memang mendorong kerumunan. Kan kita lihat disitu ada videonya itu ada yang mengumpulkan massa di lapangan sambil joget begitu segala macam," ujarnya.Bahtiar menambahkan, Bawaslu memang belum bisa memberikan sanksi, karena mereka yang melanggar statusnya masih bakal pasangan calon. Belum ditetapkan sebagai pasangan calon. Tapi ada dua hukum. Satu tentang hukum kesehatan. Satu lagi adalah hukum Pilkada.Kalau hukum Pilkada memang mengatur jenis dan aktivitas tahapan Pilkada yang melanggar protokol kesehatan. Namun jangan lupa ada hukum satu lagi. Ada UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah dan Penyakit. Kemudian ada UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.Ada Peraturan Presiden. Ada Keputusan Satgas. Ada Inpres Nomor 6 Tahun 2020. Seluruh hukum-hukum itu mengatur dan mengikat setiap warga negara. Siapapun, termasuk warga negara yang menjadi kontestan Pilkada.Wajib hukumnya patuh dalam protokol kesehatan. Dan dalam konstitusi, UUD 1945 juga ditegaskan setiap warga negara sama kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan." Jadi orang-orang ini masih sedang aktivitas Pilkada judulnya, bahkan aktivitas keagamaan saja kita hentikan yang dalam jumlah besar begitu. Nah itu kita anggap hal privat kan soal keagamaan. Ini juga sama Pilkada ini bahkan Pilkada ini aturannya sudah double, satu berlaku hukum-hukum kesehatan itu, yang kedua berlaku pula hukum-hukum Pilkada termasuk PKPU dan Peraturan Bawaslu tersebut. Oleh karenanya kemarin kami sudah ketemu dengan KPU dan Bawaslu, mengundang juga aparat penegak hukum. Kita sepakati rekan-rekan Bawaslu kita dorong karena ada catatannya 243 daerah yang terjadi pelanggaran dan sedeang dilakukan pemeriksaan terhadap siapapun yang diduga melakukan pelanggaran protokol kesehatan," katanya.Soal kemungkinan pelanggar protokol kesehatan didiskualifikasi dari ajang Pilkada, menurut Bahtiar, ada bentuk sanksi yang bisa diberikan.Pertama, sanksi administratif, mulai dari yang terendah berupa teguran buat mereka, sampai peringatan keras.Misalnya tetap bebal kembali lakukan pelanggaran, bisa saja dilanjutkan dengan proses hukum dengan aparat penegak hukum." Untuk penegakan hukum kan bisa saja diantara mereka bisa saja misalnya kalau ada hukum pidana, pidana kesehatan, nah bisa saja dilanjutkan proses hukum aparat penegak hukum dalam hal ini aparat kepolisian dan seterusnya. Nah untuk yang sudah diperingatkan sudah ditegur dan sebagainya masih bebal juga, ini kita pikirkan sanksi selanjutnya. Maka Negara kita pastikan tidak boleh kalah dengan perilaku yang secara nyata-nyata bisa mengancam keselamatan warga negara. Taruhlah ini hari pertama kita peringati secara keras taruhlah seperti itu, tapi masih melakukan saja ya harus dipidanakan. Ekstremnya kalau di Pilkada itu ibarat pertandingan bola anda tidak boleh melawan wasit saat bertanding bisa dikeluarkan dari lapangan pertandingan, dicoret begitu," ungkap Bahtiar. (Puspen Kemendagri)