Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada Senin (7/9) mengampuni seorang Marinir Amerika Serikat yang dinyatakan bersalah dalam kasus pembunuhan seorang perempuan transgender pada 2014. Seperti diberitakan VOA Indonesia, Langkah presiden itu diambil beberapa hari setelah kantornya memblokir perintah pengadilan untuk pembebasan lebih awal.Kopral Muda Joseph Scott Pemberton dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan pada Desember 2015. Pada Oktober setahun sebelumnya, dia bertemu Jennifer Laude di sebuah bar di Olongapo, sekitar 150 kilometer dari ibukota, Manila. Mereka mendatangi sebuah motel di dekatnya, dan hanya 30 menit setelah check in, staf mendapati Laude tewas di toilet.[caption id="attachment_371590" align="alignnone" width="600"] Jennifer Laude, becong yang dibunuh Kopral Muda Joseph Scott Pemberton pada Desember 2015 silam (Foto: Istimewa)[/caption]Juru bicara Duterte, Harry Roque, mengatakan bahwa pengampunan itu tidak menghapus keputusan bersalah atas Pamberton."Presiden telah menghapus sisa hukuman yang dihadapi Pemberton,” katanya, menurut The New York Times. “Yang tak akan pernah terhapus dalam benak presiden adalah keputusan bersalah atas Pamberton, seorang pembunuh."Roque, seorang mantan pengacara keluarga Laude, mengeluarkan pernyataan lebih keras pekan lalu ketika pengadilan memerintahkan agar Pemberton dibebaskan lebih awal.“Sebagai mantan Pengacara Pribadi keluarga Laude, saya mengecam masa hukuman penjara yang lebih pendek terhadap Pemberton yang membunuh seorang warga Filipina dengan cara sangat keji," cuit Roque. "Kematian Laude mencerminkan kematian kedaulatan Filipina."https://twitter.com/attyharryroque/status/1301085628063391744Para pengacara keluarga Laude dan para aktivis HAM, mengkritisi langkah itu sebagai upaya untuk meraih simpati dari AS.Cristina Palabay, dari kelompok HAM Karapatan, mengatakan kepada Reuters, "Kami memandang ini sebagai bukan hanya penghinaan bagi keadilan tapi juga secara terang-terangan mengutamakan kepentingan AS."Dalam pidato yang disiarkan TV Senin (7/9), Duterte membela keputusannya.“Apabila kita diminta untuk berlaku adil, maka berlaku adilah," katanya. VOA Indonesia