Beberapa bulan terakhir Arab Saudi menunjukkan gelagat mengikuti jejak Uni Emirat Arab, Mesir dan Yordania untuk "berdamai" dengan Israel. Menata kembali hubungan politik, ekonomi bahkan pertahanan.
Ini adalah sebuah pengkhianatan bagi rakyat Palestina? "... normalisasi dan pembukaan wilayah udara untuk penerbangan Israel adalah tikaman di punggung Palestina ... ," kata pemimpin Gerakan Pertahanan Islam atau Harakat al-Muqawwamatul Islamiyyah alias Hamas, Hassan Yousef. Rencana pertemuan rahasia bahkan akan digelar di Washington, Amerika Serikat, antara putra mahkota Kerajaan Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman dengan para petinggi Bangsa Yahudi seperti Perdana Menteri, Benjamin Netanyahu dan Direktur Mossad Yossi Cohen.
Rencana pertemuan rahasia ini bocor dan dibatalkan oleh Pangeran Mohammed, putra Raja Salman. Netanyahu mengakui bahwa Israel dan pemimpin negara Arab serta negara Islam telah melakukan berbagai pertemuan rahasia yang bertujuan untuk kesepakatan perdamaian. Israel melalui Netanyahu kepada Direktur Mossad Yossi Cohen selanjutnya menargetkan 4 negara Arab lainnya mulai dari Bahrain, Maroko, Oman dan Sudan. Ketika beberapa negara Arab melemah dan memilih berdamai dengan Israel, ada Turki dan Iran yang terus menyoal sepak terjang Israel di tanah Palestina.
Turki, negeri yang dituding sangat sekuler itu lantang berteriak. Demikian pula Iran yang dihujat karena ideologi Shiah-nya itu tegas beroposisi dengan Israel. Permusuhan negara-negara Arab Islam dengan Israel terjadi pada 1948. Perang Arab - Israel pecah sehari setelah Israel memproklamirkan kemerdekaan pada 26 Mei 1948. Negeri bangsa Yahudi itu diserang tentara gabungan dari Mesir, Suriah, Lebanon, Yordania, Irak, Arab Saudi, Yaman, Sudan dan beberapa negara lainnya.
Apa sebab? Semua negara Islam marah setelah 29 November 1947, secara sepihak Perserikatan Bangsa-Bangsa membagi wilayah Palestina dalam dua bagian. PBB mengakhiri Mandat Britania untuk Palestina lalu memberikan 55 persen wilayah Mandat Britania atas Palestina itu kepada Israel pada Agustus 1948. Rencana itu memecah Palestina dalam wilayah untuk Yahudi dan Arab, dengan wilayah besar Yerusalem, termasuk Betlehem, berada di bawah kendali internasional.
Pihak Yahudi mendapatkan daerah pesisir sekitar Tel Aviv, daerah di sekitar Danau Galilea dan daerah di Gurun Negev. Sementara itu pihak Arab mendapatkan sisa dari Palestina termasuk sebuah enklave kecil Jaffa di sebelah selatan Tel Aviv. Secara kasar pihak Yahudi mendapat sekitar 55% dari area total tanah sementara pihak Arab mendapatkan 45%.