Namun, saat pengangkatan Sultan Hamengkubuwana III, pusaka keris dikembalikan lagi kepada keraton.
Sultan Hamengkubuwana III kembali menjadi putra mahkota kemudian membuat perdamaian dengan Hamengkubuwono II, ayahnya, pada tanggal 5 November 1811. Geger Spehi ini menyebabkan Keraton Yogyakarta mengalami kerugian besar. Tidak hanya kekayaan materi yang dijarah, namun juga kekayaan intelektual. Ribuan naskah dari perpustakaan keraton dijarah.Sejarawan yang juga peneliti tentang Kraton Yogyakarta, Peter Carey membenarkan adanya harta benda Kraton Yogyakarta era Sri Sultan Hamengkubuwono II yang dirampas Inggris pada masa Geger Sepehi.Namun, dalam dialog online di kanal Youtube Historia, Rabu (5/8/2020), Peter Carey menyebut bukan emas sejumlah 57 ribu ton yang kala itu dibawa Inggris dari Kraton seperti yang disebutkan ahli waris Hamengkubuwono II beberapa waktu silam.“Tercatat 800 ribu dollar Spanyol uang emas dan perak dibawa dari Kraton untuk membayar harta karun untuk perwira yang tak tewas sebagai bagian kemenangan. Waktu itu kalau dinilai sekitar 150 ribu poundsterling atau setara sekarang 11,5 juta poundsterling. Kalau dijadikan emas saat ini setara 350 kilogram emas,” ungkap Peter.Sri Sultan Hamengku Buwono II sendiri kemudian diasingkan ke Penang. Keraton Sempalan? Raffles kemudian memanfaatkan pengetahuan dan wawasan Pangeran Notokusumo di bidang sastra untuk memilah dan menginventarisasi naskah naskah tersebut sebelum dibawa ke Inggris.Pada masa ini pula, Pangeran Notokusumo diberikan status sebagai pangeran merdeka dan memiliki wilayah sendiri. Pangeran Natakusuma diberikan tanah seluas 4000 cacah yang diambil dari wilayah Yogyakarta, dan kemudian memperoleh gelar Pangeran Pakualam I pada 22 Juni 1812. Wilayahnya setingkat