Istana Kuning Kasultanan Kutaringin Pernah Dibakar Perempuan Gila

Istana Kuning Kasultanan Kutaringin Pernah Dibakar Perempuan Gila (Foto : )

Istana Kuning adalah Istana Kerajaan pada masa Kesultanan Kutaringin. Lokasinya berada di tengah kota Pangkalan Bun dan bersebelahan dengan lapangan tugu. Pada 1986 istana yang terkenal dengan pintu kerajaan berwarna kuning ini ludes dibakar seorang perempuan gila bernama Draya. Pangkalan Bun sangat terik hari itu. Saya baru saja keluar dari gang Kampung Mendawai yang tembus di Jalan Pangeran Antasari, jalan utama wilayah bawah Pangkalan Bun. Niat untuk mampir makan nasi lauk ikan bakar terpaksa saya tunda, begitu melihat bangunan kayu besar di seberang jalan. Letaknya agak tinggi, persis di atas lapangan luas. Ada anak tangga yang lumayan banyak di sisi kanannya, dan pada ujung paling atas tertulis: Istana Kuning. Ooo ... jadi ini istana yang banyak disebut-sebut itu. Pertama menginjakkan kaki di Pangkalan Bun, niat saya memang ke Istana Kuning. Namun karena informasinya kalau hari Jumat baru dibuka siang hari, maka paginya saya lebih dulu menelusuri Kampung Mendawai di tepi Sungai Arut. Agak tak terduga memang kalau Istana Kuning sudah berada di depan mata begitu keluar gang tadi. [caption id="attachment_359544" align="alignnone" width="900"] Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption] Menaiki anak tangga menuju istana lumayan juga. Saya tak menghitung, namun hampir seratusan anak tangga. Lepas dari anak tangga ada pintu gerbang istana. Dari sini bisa melihat istana secara utuh. Semuanya terbuat dari kayu. Sedangkan di halaman, ada beberapa meriam terpajang. [caption id="attachment_359546" align="alignnone" width="900"] Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption] Di Istana Kuning setiap wisatawan yang datang akan didampingi pemandu. Pemandu yang mendampingi saya namanya Syarani. Masih muda. Sekitar 30 tahunan. Sebelum masuk lebih ke dalam saya duduk sebentar di semacam jembatan kayu kecil yang menghubungkan koridor istana dengan ruang bangunan utama. Bangunan istana memang berbentuk rumah panggung besar, yang ditopang tiang kayu besar dibawahnya. [caption id="attachment_359548" align="alignnone" width="900"] Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption] Saya tertarik dengan beberapa tonggak kayu di sela-sela halaman dasar. Tingginya hanya 50 sentimeter dan dibalut kain kuning. "Nah itu," kata Syarani seakan menebak pikiran saya. "Itu bekas tiang asli yang jadi penyangga pertama istana. Jadi ceritanya, Istana Kuning ini dibangun pada 1806 oleh Sultan ke 9 Kasultanan Kutaringin, Pangeran Ratu Muhammad Imanuddin (1805-1841). Lalu pada tahun 1986 istana terbakar, kemudian dibangun kembali pemerintah tahun 2001," cerita Syahrani. Cukup disayangkan istana yang begitu artistik bisa terbakar pada waktu itu. Dan ternyata penyebab kebakaran bukan karena aliran listrik tapi karena dibakar oleh perempuan gila. "Saat itu keluarga Kasultanan sedang tidak di istana. Entah darimana datangnya, orang gila itu masuk kawasan istana, dan mungkin mainan api atau bagaimana membuat ada bagian istana yang kebakar. Karena semua bangunan istana dari kayu ya langsung merembet, membesar dan menghabiskan seluruh istana dan sebagian besar isinya," jelasnya. Jelas itu kerugian yang tak ternilai secara budaya. Setelah kebakaran tahun 1986 itu, pemugaran istana baru dilakukan pemerintah pusat pada tahun 2001 dan terus berlanjut secara bertahap. [caption id="attachment_359547" align="alignnone" width="900"] Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption] Kesultanan Kutaringin didirikan oleh Pangeran Adipati Antakasuma yang merupakan salah seorang putra Raja Banjar IV Sultan Mus'tainubillah. Secara umum bangunan istana terdiri empat bagian sebagai simbol dari 4 istri Sultan Kutaringin ke-9 yang berasal dari Dayak, China, dan dua istri lainnya dari Melayu. Bangunan paling kanan dinamakan Bangsal dengan arsitektur rumah Betang yang merupakan rumah khas suku Dayak. Kemudian ada di Balai Rumbang yang dihiasi motif rumah China. Sedangkan dua bangunan yang berciri khas Melayu adalah Keraton Dalam Kuning dan Balai Pahaderan. Teguh Joko Sutrisno | Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah