Goa Semar. Entah mengapa tempat ini disebut Goa padahal bentuknya adalah sebuah rumah pendopo Jawa. Entahlah, bisa jadi mungkin dulunya goa kecil yang kemudian dibangun jadi pendopo. Kabarnya, di sinilah Pak Harto sering menyepi menanti turunnya wangsit.
Goa Semar adalah salah satu tempat untuk melakukan ritual di dataran tinggi Dieng. Disebut salah satu karena ada beberapa tempat lainnya yang berupa goa kecil.
Namun diantara tempat ritual itu, Goa Semar-lah yang membuat penasaran. Apa sebab? Karena, ceritanya goa ini menjadi tempat Presiden ke-2 RI Soeharto kerap melakukan semedi untuk mencari wangsit.
[caption id="attachment_349114" align="alignnone" width="900"] Goa Semar telah dibangun pendopo untuk bersemedi. Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]
Cerita itu bagi warga Dieng sudah biasa karena banyak saksi yang mengatakan demikian. Tapi bagi warga luar Dieng tentu ini jadi sangat menarik.
[caption id="attachment_349116" align="alignnone" width="900"] Telaga Warna, Dieng. Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]
Dari beberapa kali menelusuri Telaga Warna, baru sekali saya menelusuri tempat-tempat petilasan yang dipakai aktifitas ritual, yang lokasinya memang di tepi telaga. Ada kawan yang mengajak dan kebetulan dia seorang pemandu wisata.
Kalau biasanya dari pintu masuk Telaga Warna langsung lurus ke Telaga Pengilon, kali ini kami ambil jalur belok ke kiri menelusuri jalan setapak di tengah hutan. Lumayan rindang. Semerbak bau belerang dari Telaga Warna rupanya sampai juga ke sini.
Lima menit jalan sudah sampai di petilasan pertama. Namanya Batu Tulis. Bentuknya sebuah batu besar yang kalau diamati mirip tokoh Semar. Di depan Batu ada patung Gajah Mada berwarna keemasan.
"Mengapa disebut Batu Tulis, karena konon kalau ada yang punya anak kecil dan kebetulan belum bisa menulis, maka kalau datang ke sini bisa belajar menulis dengan cepat. Tapi nulisnya di kertas ya, jangan di batu ini," cerita Kahfi (25), kawan saya itu sambil bercanda.
Dari sini kami melanjutkan perjalanan melewati akar-akar yang menonjol di atas tanah. Batu-batu berukuran cukup besar saling berhimpitan diantara pepohonan.
[caption id="attachment_349123" align="alignnone" width="900"] Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]
Petilasan kedua adalah Goa Jaran Resi Kendaliseto. Bentuknya serupa lorong sempit seukuran satu orang. Jadi harus bergantian kalau mau masuk. Ada tangga kecil untuk turun, dan di dasar sana ada sumber mata air. Konon air itu berkhasiat.
[caption id="attachment_349125" align="alignnone" width="900"] Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]
"Jadi ceritanya dulu ada kuda yang kebingungan karena hujan sangat deras, lalu kuda itu masuk ke gua ini. Tak disangka, esoknya saat keluar goa, kuda itu bunting.
Nah, dari situ kemudian berkembang cerita kalau ada yang sudah lama belum punya anak, lalu minum air dari goa jaran, katanya bisa cepat dapat momongan," jelas Kahfi.
[caption id="attachment_349130" align="alignnone" width="900"] Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]
Maju beberapa puluh meter dari Goa Jaran, ada petilasan namanya Goa Sumur Eyang Kumalasari. Bentukya goa kecil yang dihiasi bangunan warna hijau.
[caption id="attachment_349131" align="alignnone" width="900"] Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]
"Goa Sumur ini sering dikunjungi umat Hindu Bali untuk mengambil airnya, yang akan digunakan untuk upacara hari raya Kuningan dan hari raya lainnya," tutur Kahfi.
Seperti di petilasan Batu Tulis yang ada arca Gajahmada, di Goa Sumur ini juga ada patung seorang perempuan yang berwarna emas.
[caption id="attachment_349118" align="alignnone" width="900"] Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]
Petilasan berikutnya namanya Goa Pengantin. Yang ini bentuknya tumpukan batu besar yang tengahnya membentuk pintu cukup lebar. Katanya, jika orang masuk ke sini akan mudah mendapatkan jodoh. Makanya disebut Goa Pengantin atau dalam masyarakat sekitar menyebut Goa Nganten.
[caption id="attachment_349119" align="alignnone" width="900"] Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]
Nah, di depan Goa Nganten ini ada sebuah halaman cukup luas dan di ujungnya terdapat jalan setapak dan tangga yang menghubungkan ke areal bukit kecil.
Di atas bukit itulah letak Goa Semar. Goanya menempel di sebuah dinding batu, tapi kini sudah dibangun jadi pendopo. Ruangannya berukuran sekitar 4 x 4 meter. Di pelataran depan ada patung Semar berwarna emas.
[caption id="attachment_349111" align="alignnone" width="900"] Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]
Inilah goa yang yang saya maksud di depan tadi. Tempat Pak Harto melakukan ritual atau semedi dalam rangka mencari wangsit. Hal itu tertulis dengan jelas di sebuah papan persis di samping goa. Dijelaskan bahwa Presiden ke-2 RI Soeharto bersemedi di sini pada tahun 1974.
[caption id="attachment_349112" align="alignnone" width="900"] Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]
"Ceritanya, konon Pak Harto mendapatkan wangsit yang di Goa Semar ini. Selain bersemedi, beliau juga mencari air di beberapa goa dan mandi di telaga sebagai alur ritual," kata Kahfi menyampaikan cerita yang berkembang di Dieng.
[caption id="attachment_349132" align="alignnone" width="900"] Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]
Begitulah, banyak cerita di Dieng. Sebuah dataran tinggi yang penuh dengan mitos yang berkembang di masyarakat. Itu baru beberapa. Masih banyak lagi mitos dan tradisi yang hingga sekarang masih terus berjalan dan tentu saja menarik untuk dipelajari.
Teguh Joko Sutrisno | Dieng, Jawa Tengah