Diborong AS, Harga Obat Remdesivir Mencapai Rp44,7 Juta Per Pasien

gilead sciences (Foto : )

Gilead Sciences buka-bukaan soal harga obat Covid-19 buatan mereka bernama Remdesivir. Harganya mencapai Rp44,7 juta per pasien.
Dalam pernyataannya, CEO Gilead, Dan O'Day  mengumumkan akan mengenakan harga obat Remdesivir sebesar 3.120 dollar AS atau setara Rp44,7 juta untuk pasien yang ditanggung asuransi swasta.
Sementara untuk pasien yang ditanggung asuransi pemerintah seperti Medicaid akan dikenakan biaya 2.340 dollar AS atau setara Rp33,5 juta.Menurut O'Day, besarnya biaya tiap pasien berbeda-beda, tergantung asuransi, penghasilan dan faktor-faktor lainnya."Kami berada di wilayah yang belum dipetakan dengan menetapkan harga obat baru, pengobatan baru dalam sebuah pandemi," katanya.Sementara untuk 127 negara miskin atau berpenghasilan menengah, Gilead mematok harga rata-rata sekira 600 dollar AS atau setara Rp8,5 juta per pasien.

Menuai Kecaman

Namun penetapan harga yang selangit ini menuai kecaman dari sejumlah kalangan, termasuk dari The Institute for Clinical and Economical Review, sebuah lembaga non profit yang menganalisa harga obat."Harga obat yang tinggi tidak menunjukkan adanya penurunan angka kematian. Saya lebih cenderung agar pemerintah mengambil alih produksi dan membagikan obat itu secara gratis. Obat itu telah dikembangkan dengan pembiayaan para pembayar pajak," kata Steven Nissen dari Cleveland Clinic.Sementara Peter Maybarduk, seorang pengacara dari kelompok konsumen, Public Citizen menyebut penetapan harga selangit itu hal yang biadab."Remdesivir harusnya jadi milik publik karena pengembangan obat itu menggunakan dana publik sedikitnya 70 juta dolar AS," katanya.Awalnya, Remdesivir adalah obat yang dikembangkan untuk mengobati penyakit Ebola dan penyakit virus mematikan lainnya.Setelah hasil uji klinis menunjukkan obat ini dapat mengobati pasien Covid-19 dengan lebih cepat, maka Badan Pengawas Obat dan Makanan AS memberikan ijin penggunaan darurat Remdesivir untuk Covid-19.Kini pemerintah AS memborong obat itu, bahkan hingga produksi selama beberapa bulan ke depan.CBS, VOA Indonesia

Berita terkait:Pemerintah AS borong obat Remdesivir