Menuai Kecaman
Namun penetapan harga yang selangit ini menuai kecaman dari sejumlah kalangan, termasuk dari The Institute for Clinical and Economical Review, sebuah lembaga non profit yang menganalisa harga obat."Harga obat yang tinggi tidak menunjukkan adanya penurunan angka kematian. Saya lebih cenderung agar pemerintah mengambil alih produksi dan membagikan obat itu secara gratis. Obat itu telah dikembangkan dengan pembiayaan para pembayar pajak," kata Steven Nissen dari Cleveland Clinic.Sementara Peter Maybarduk, seorang pengacara dari kelompok konsumen, Public Citizen menyebut penetapan harga selangit itu hal yang biadab."Remdesivir harusnya jadi milik publik karena pengembangan obat itu menggunakan dana publik sedikitnya 70 juta dolar AS," katanya.Awalnya, Remdesivir adalah obat yang dikembangkan untuk mengobati penyakit Ebola dan penyakit virus mematikan lainnya.Setelah hasil uji klinis menunjukkan obat ini dapat mengobati pasien Covid-19 dengan lebih cepat, maka Badan Pengawas Obat dan Makanan AS memberikan ijin penggunaan darurat Remdesivir untuk Covid-19.Kini pemerintah AS memborong obat itu, bahkan hingga produksi selama beberapa bulan ke depan.CBS, VOA IndonesiaBerita terkait:Pemerintah AS borong obat Remdesivir
Baca Juga :