Kuliah daring atau online berlanjut sampai semester depan. Ini membuat banyak juragan kos galau berhitung soal pemasukan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim telah memutuskan bahwa pelajar dan mahasiswa akan menempuh pendidikan dengan sistem daring atau online pada semster ganjil 2020/2021. Itu artinya, selama satu semester ke depan pelajar dan mahasiswa akan belajar dari rumah.Dampak dari keputusan ini tak hanya dirasakan pelajar dan mahasiswa. Namun juga pelaku usaha, terutama pemilik kos-kosan. Praktis, paling tidak satu semester ke kamar kos mereka tidak terpakai karena mahasiswa belajar di kampung halaman masing-masing. Kalaupun masih ada yang memakai kamar, itu pun hanya bisa dihitung dengan jari.[caption id="attachment_336300" align="alignnone" width="900"] Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]Sudik (60), pemilik usaha kos di kawasan Universitas Diponegoro Tembalang Semarang merasakan betul dampak kuliah online. Sejak Maret 2020, kamar kosnya sudah tidak terisi. Kebijakan kampus menerapkan kuliah jarak jauh, membuat mahasiswa pilih pulang kampung."Kos disini kan rata-rata bulanan, bukan tahunan, jadi mahasiswa punya kebebasan tiap bulan mau tetap kos atau pindah. Nah, situasi sekarang membuat mereka pulang dan kuliah jarak jauh. Ya sudah, anggap saja ini resiko kamar kos kosong," tuturnya.Sudik sendiri punya 3 kamar di rumahnya yang disewakan untuk kos mahasiswa. Sebenarnya ada 8 kamar lagi yang sedang dibangu. Dan rencananya mau buka pas semester baru."Kalau dihitung ya lumayan, tiap kamar 1 juta per bulan, kalau 3 kan sudah 3 juta, sementara yang 8 kamar baru kalau sesuai rencana bisa masuk 8 juta. Kalau semester depan tetap kuliah daring ya berarti kosong semua selama enam bulan, padahal ya tetep bayar cicilan bank," keluhnya.Sudik masih terhitung mendingan. Pemilik usaha kos yang lebih besar tentu juga lebih galau. Salah satu kos eksklusif di Kelurahan Ngesrep Banyumanik misalnya. Dengan bangunan tiga tingkat dan jumlah kamar 40 lebih, bisa dibayangkan berapa uang yang tidak jadi masuk sesuai rencana usaha. Kalau per kamar Rp1,5 juta per bulan, paling tidak Rp60 juta per bulan, atau Rp360 juta sampai akhir semester depan."Belum lagi pengeluaran untuk perawatan bangunan, tenaga kebersihan, satpam, abonemen listrik dan air jalan terus yang tetap harus dibayar per bulannya, tak ada dispensasi. Dan pastinya cicilan bank juga tetap jalan terus to?" ujar Firman (45) pemilik kost ekslusif di Ngesrep yang jadi berada di jalur utama menuju kampus Undip.[caption id="attachment_336948" align="alignnone" width="900"] Foto: Egindo.co[/caption]Yang agak lega adalah pemilik usaha kos yang menerapkan aturan sewa tahunan atau minimal setengah tahun. Seperti Antoni (45) warga Perumahan Korpri Tembalang. Rumahnya ia renovasi jadi kos-kosan. Lumayan, jadi 5 kamar. Ia menerapkan sistem pembayaran sewa tahunan. Sudah ada 4 kamar yang di-DP untuk sewa setahun. Paling tidak, tiga bulan ke depan ia masih dapat pemasukan. Syukur-syukur setelah itu dilunasi setahun. Kalau pun tidak, ia masih berharap semester genap kuliah sudah normal, sehingga bisa disewa penuh."Ini sudah ada yang bayar lunas setahun. Tapi yang lainnya masih DP. Saya harap semester berikutnya sudah normal, atau kalau bisa lebih cepat pandeminya selesai ya lebih baik," harapnya.[caption id="attachment_336936" align="alignnone" width="900"]