AS Cabut Ijin Penggunaan Obat Malaria Untuk Pasien Covid-19

obat malaria (Foto : )

Otoritas Amerika Serikat (AS) mencabut ijin darurat penggunaan obat malaria untuk pasien Covid-19. Disebutkan, obat-obat itu terbukti tidak efektif dan menimbulkan efek samping serius. Badan Urusan Pangan dan Obat-Obatan Amerika (Food and Drugs Administration/FDA) mengatakan  hidroksiklorokuin dan klorokuin tidak efektif untuk mengobati virus corona, Senin (16/6/2020). FDA menyebut, manfaat obat yang belum terbukti itu tidak lebih besar dari risiko dan potensi risikonya. Obat-obatan yang sudah puluhan tahun diresepkan untuk penyakit lupus dan rematik itu dapat menimbulkan masalah detak jantung, tekanan darah sangat rendah dan kerusakan otot atau syaraf. Dengan keputusan FDA ini, maka pemerintah federal tidak lagi akan mendistribusikan obat itu ke negara bagian untuk penanganan Covid-19. Associated Press melaporkan Dr. Steven Nissen, seorang peneliti di Cleveland Clinic yang menjadi penasihat FDA, setuju dengan keputusan itu. Ia mengatakan, sejak awal  tidak engijinkan penggunaan obat-obatan itu untuk tujuan darurat. Langkah FDA dan National Institutes of Health (NIH) mengirim sinyal yang jelas kepada para tenaga medis dalam memberikan obat bagi pasien Covid-19. Sebelumnya, Presiden Donald Trump sempat mempromosikan obat ini pada minggu-minggu pertama pandemi corona di AS. Bahkan Trump mengaku telah mengkonsumsi obat-obatan itu sebagai pencegahan agar tidak tertular virus corona. Padahal saat itu belum ada kajian dalam skala besar yang memastikan bahwa obat-obatan itu aman atau efektif untuk mencegah atau merawat Covid-19. Belakangan, baru hasil studi menunjukkan dengan jelas bahwa obat-obatan itu lebih banyak menimbulkan bahaya. Sementara FDA sempat menjamin penggunaan obat-obatan itu bagi pasien virus corona untuk tujuan darurat akhir Maret lalu. Pada saat yang sama, pemerintah ASmenerima sumbangan 30 juta dosis hidroksiklorokuin dan klorokuin dari dua perusahaan farmasi asing. Jutaan dosis ini telah dikirim ke sejumlah rumah sakit di AS untuk merawat pasien yang tidak terdaftar dalam uji klinis. VOA Indonesia