Begini Hukum Puasa Bagi Perempuan Hamil di Bulan Ramadan

Begini Hukum Puasa Bagi Perempuan Hamil di Bulan Ramadan (Foto : )

Hukum asal melaksanakan puasa bagi perempuan hamil di Bulan Ramadan adalah wajib. Namun, kewajiban ini akan gugur tatkala ia memiliki dugaan bahwa jika ia tetap berpuasa maka akan membahayakan kesehatannya, seperti akan bertambah sakit atau fisiknya akan drop. Bulan Ramadan merupakan bulan di mana umat Islam diwajibkan menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh. Meski demikian, orang-orang yang tidak mampu atau punya uzur melaksanakan puasa mendapatkan keringanan untuk tidak melaksanakannya, seperti orang yang sudah berusia lanjut, orang yang sakit, dan orang yang bepergian.Lantas, bagaimana dengan perempuan yang sedang hamil? Apakah ia tergolong orang yang mendapatkan keringanan (rukhshah) untuk tidak berpuasa? Sebelumnya patut dipahami bahwa perempuan yang sedang hamil memiliki ketentuan yang sama dengan orang yang sakit dalam hal boleh-tidaknya meninggalkan puasa.Sama halnya dengan orang sakit, perempuan yang hamil secara umum memiliki tiga keadaan yang memiliki konsekuensi hukum yang berbeda terkait wajib-tidaknya menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. Tiga keadaan ini secara ringkas dijelaskan dalam kitab Nihayah az-Zain Syarh Qurratul ‘Ain:“Bagi orang sakit terdapat tiga keadaan. Pertama, ketika ia menduga akan terjadi bahaya pada dirinya yang sampai memperbolehkan tayamum, maka makruh baginya berpuasa dan boleh baginya untuk tidak berpuasa.Kedua, ketika ia yakin atau memiliki dugaan kuat akan terjadi bahaya atau uzur yang mengenainya akan berakibat pada hilangnya nyawa atau hilangnya fungsi tubuh, maka haram baginya berpuasa dan wajib untuk tidak berpuasa.Ketiga, ketika rasa sakit hanya ringan, sekiranya ia tak menduga akan terjadi bahaya yang sampai memperbolehkan tayamum, maka haram baginya tidak berpuasa dan wajib untuk tetap berpuasa selama tidak khawatir sakitnya bertambah parah.Sedangkan dalam konteks perempuan hamil, tatkala dalam kondisi diperbolehkan tidak puasa, maka terkait kewajiban mengganti puasanya terdapat dua perincian.Pertama, ketika ia tidak berpuasa karena khawatir terhadap kondisi fisiknya atau khawatir kondisi fisiknya sekaligus kondisi kandungannya, maka dalam dua keadaan tersebut ia hanya diwajibkan mengqadha’i puasanya saja.Kedua, ketika ia hanya khawatir pada kondisi kandungannya, dalam keadaan demikian ia berkewajiban mengqadha’i puasanya sekaligus membayar fidyah. Mengenai dua perincian ini, dijelakan dalam Hasyiyah al-Qulyubi.Lebih spesifik lagi, yang dimaksud dengan khawatir terhadap kondisi kandungan jika tetap berpuasa, adalah kekhawatiran akan gugurnya kandungan jika ia tetap melaksanakan puasa sampai selesai, seperti disampaikan dalam kitab Hasyiyah I’anah ath-Thalibin:“Yang dimaksud dengan ‘khawatir pada kandungan’ adalah khawatir gugurnya kandungan (apabila melanjutkan puasa) bagi orang yang sedang hamil” (Syekh Abu Bakar Muhammad Syatho, Hasyiyah I’anah at-Thalibin, juz 2, hal. 273).Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum asal melaksanakan puasa bagi perempuan yang sedang hamil adalah wajib. Namun kewajiban ini akan gugur tatkala ia memiliki dugaan (wahm) bahwa jika ia tetap berpuasa maka akan membahayakan kesehatannya, seperti akan bertambah sakit atau fisiknya akan drop.Bahkan bila sampai pada keyakinan atau dugaan kuat akan membahayakan fisik sang ibu dan keselamatan janin, ia wajib tidak berpuasa demi menjaga nyawa manusia (hifdh an-nafs). Karena menentukan hal-hal di atas penuh perhitungan yang sangat tepat, maka sebaiknya wanita hamil tidak mengira-ngirakan sendiri tentang kondisi kesehatan fisiknya dan kesehatan kandungannya, melainkan meminta bantuan kepada dokter kandungan Muslim (bidan) yang mampu memperhitungkan apakah yang maslahat baginya adalah berpuasa atau tidak.Jika menurut dokter kandungan, puasa tidak mengganggu terhadap kesehatan fisiknya dan kandungannya, maka tetap wajib baginya untuk berpuasa. Sebaliknya, jika menurut dokter kandungan, berpuasa dapat berpotensi membahayakan fisik dan kandungan perempuan yang sedang hamil, maka kewajiban berpuasa menjadi gugur baginya. Wallahu a’lam.Dilansir dari : Nuonline Putri Gita Agustine | Jakarta