Di bawah lini pakaian dan aksesoris, Pheren Couture, yang ia dirikan tahun 2011, masker kain buatannya memiliki sentuhan
haute couture atau hasil karya fashion yang berkualitas tinggi dengan proses penjahitan yang sangat detil.Dalam hal ini, masker karya Pheren mengedepankan detail sulaman manik-manik yang indah dan berwarna-warni.Ternyata, masker merupakan aksesoris ikonik dari label Pheren Couture yang berhasil menarik perhatian dunia fashion di Amerika Serikat.Pada 2019, saat Pheren memamerkan koleksi gaun pengantin dan aksesoris ‘Lacrimosa’ di panggung New York Fashion Week di kota New York, masker menjadi aksesoris pelengkap dari gaun-gaun pengantin mewah karyanya.Melalui ‘aksesoris’ ini Pheren berusaha menunjukkan kepribadiannya yang menurutnya cenderung introvert.“Aku memang dari dulu selalu di
style yang sama ya,
Victorian campur juga
warrior style. Jadi makanya kenapa di sini ada banyak yang tipe-tipenya lebih ke
warrior, tapi lumayan feminim-nya
Victorian gitu, tapi
warrior gitu,” jelas Pheren Soephadi.
Modifikasi Masker
Pada waktu itu, Pheren membuat asesoris maskernya dengan menggunakan kerangka kawat dan renda, yang khusus ia buat untuk ditampilkan di New York Fashion Week.Namun, setelah terjadi pandemi corona, ia lalu memodifikasinya menjadi masker pelindung diri, dengan menggunakan dua lapis kain berbahan 100 persen katun.“Yang sekarang ini aku bikin kan memang harus pakai untuk benar-benar
protect. Jadinya aku pakai bahan katun,
lace (Red: renda) dan manik-manik gitu, bukan pakai kawat lagi nih. Udah bisa yang langsung di attached ke kuping gitu pakai (tali)
elastic,” kata desainer yang sudah bermukim di Los Angeles sejak 2012 ini.Masker-masker ini kemudian ia jual lewat online dengan harga 20-149 dollar AS atau setara dengan Rp295 ribu-2,2 juta, tergantung dari kerumitan pembuatannya.Tiap masker dibuat berbeda olehnya dan memiliki keunikan tersendiri. Setiap dua kali dalam seminggu, Pheren meluncurkan koleksi masker terbarunya.[caption id="attachment_320415" align="alignnone" width="900"]
Salah satu masker buatan Pheren Supahdi (Foto: Dok. Pheren Soepadhi)[/caption]
Laris Terjual
Siapa yang menyangka jika masker-masker karyanya ini langsung ludes begitu ia unggah ke
situs-nya untuk dijual, hanya dalam hitungan 1-2 menit saja.Sejak itu, permintaan akan masker buatannya semakin membludak. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular di Amerika Serikat memang menganjurkan warga untuk mengenakan masker kain jika berada di luar rumah.Negara bagian California pun juga memiliki aturan tersendiri seputar hal ini. Apalagi mengingat dimulainya kembali sebagian kegiatan bisnis sudah mulai dilakukan secara perlahan.“Di California, (Wali Kota) Eric Garcetti mengharuskan pakai
cloth mask (masker kain),” kata Pheren.Kebanyakan pembeli masker kain karya Pheren ini adalah warga lokal Amerika Serikat, yang rata-rata adalah musisi atau penampil lainnya.Selain itu juga warga Indonesia yang suka dengan gaya eksentrik dan
couture yang Pheren tuangkan ke masker-masker karyanya ini. Salah satunya, warga Indonesia, Endah Redjeki, yang tinggal di Pasadena, California.“Aku kebetulan dibuatkan
custom-made sama Pheren dan memang Pheren juga kebetulan tahu persis selera aku seperti apa. Jadi pada saat aku terima itu benar-benar surprise banget. Jadi itu desainnya keren banget, very detailed, jadi mulai dari manik-maniknya, benar-benar rapi banget,” kata Endah..Menurut Pheren, permintaan masker
couture yang eksentrik, ditambah dengan detail yang menyeluruh di kainnya, lebih tinggi dibandingkan dengan yang simple.Semakin rumit detailnya, tentu saja pembuatannya semakin menantang bagi Pheren. Proses penjahitan satu masker yang penuh dengan detail manik-manik biasanya memakan waktu sekitar 3-5 jam.“Jadi aku nggak bisa produksi banyak juga sebetulnya. Jadi dalam satu minggu, maksimum delapan atau sembilan yang
couture mask. Aku masih ada nerima
pre-order untuk simple mask. Tapi yang
simple mask nggak terlalu banyak permintaan sih,” ujarnya.
Sesuka Hati
Menurut desainer kelahiran tahun 1984 adalah ketika menghadapi permintaan akan tipe masker yang sudah terjual, yang menurutnya sulit untuk dibuat ulang. Ini karena biasanya ia menjahit sesuka hati dengan ide dan inspirasi yang datang seketika.“Yang mirip-mirip itu kadang-kadang susah dibikin ulang gitu. Walaupun mirip, tapi ya permintaannya kayak gitu. Itu lumayan
challenging juga buat aku, karena kan ide nggak selalu datang ya, nggak selalu ada gitu,” kata Pheren yang pernah menempuh pendidikan Fashion di Bunka School of Fashion, Jakarta.Setelah pandemi corona berakhir, Pheren berharap bisa menekuni lebih jauh gaun dan asesoris pengantin. Selain itu juga bisa segera mengikuti berbagai pameran lagi, yang kini terpaksa ditunda hingga waktu yang belum ditentukan.“Biasanya aku ikut event yang aneh-aneh gitu. Ini dia lebih ke misalnya kayak yang jual tulang-tulang hewan, atau ya yang aneh-aneh lah gitu, yang lumayan
underground. Lebih ke
vampire kayak gitu-gitu,
market-nya di situ,” tambahnya.Sebelum membuat masker couture, Pheren mengaku sudah banyak memiliki klien musisi dan diplomat. Ia juga pernah mendandani selebriti-selebriti Indonesia, antara lain Audy Item, Melanie Subono, Momo ‘Geisha,’ dan Regina ‘Idol.’Untuk ke depannya, Pheren juga berharap untuk bisa terjun lebih dalam lagi ke dunia
bridal. Namun, untuk sekarang, sepertinya ia masih akan terus melayani permintaan para pelanggaannya akan masker-masker
couture-nya.
VOA Indonesia