Masjid Merah Panjunan memiliki nilai sejarah yang penting dalam penyebaran agama Islam di Cirebon, Jawa Barat. Masjid ini merupakan warisan dakwah yang dilakukan Sunan Gunung Jati dan dirawat ulama asal Baghdad, Irak yaitu Syekh Syarif Abdurrahman. Masjid yang telah berusia lebih dari 500 tahun ini adalah akulturasi budaya Islam, Cina dan Hindu.
Masjid ini berada di kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon. Bangunan berarsitektur Jawa dipadu ornamen budaya Cina ini telah didirikan sejak 6 abad lalu, sekitar tahun 1480 Masehi.
Masjid Panjunan ini dibangun dan didirikan oleh Sunan Gunung Jati yang kemudian dirawat seorang ulama yang berasal dari Kota Baghdad, Irak yaitu Syekh Syarif Abdurrahman. Syekh Syarif kemudian dikenal sebagai Pangeran Panjunan. Ia adalah murid Sunan Gunung Jati.
Banyaknya saudagar muslim yang hilir mudik di Panjunan, membuat Syekh Syarif berinisiatif membangun Tajug atau Musala sederhana pada 1480 Masehi. Sunan Gunung Jati mengijinkannya. Tajug inilah yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya masjid Panjunan.
Masjid Panjunan semula bernama mushala Al-Athya namun karena pagarnya yang terbuat dari bata merah menjadikan masjid ini lebih terkenal dengan sebutan Masjid Merah Panjunan.
Selain memiliki keunikan dengan warnanya, masjid merah juga memiliki arsitektur akulturasi budaya Islam, Cina dan Hindu. Pada setiap sudut masjid baik luar maupun dalam temboknya dibangun menggunakan bata merah.
[caption id="attachment_315328" align="alignnone" width="1039"] Foto: Azizi Erfan | ANTV[/caption]
Sedangkan untuk dekorasinya menggunakan hiasan-hiasan piring Cina. Beberapa keramik buatan Cina yang menempel pada dinding ini konon merupakan bagian dari hadiah ketika Sunan Gunung Jati menikah dengan Tan Hong Tien Nio.
Bangunan lama mushala ini berukuran 40 meter persegi saja, kemudian dibangun menjadi berukuran 150 meter persegi karena menjadi masjid. Adalah Panembahan Ratu yang merupakan cicit Sunan Gunung Jati yang membangun tembok keliling bata merah setinggi 1,5 m dan ketebalan 40 cm pada tahun 1949.
Mengapa bata merah?
Sebelum Islam masuk ke Cirebon, agama dan budaya Hindu Majapahit sangat melekat di sini hingga sebagian besar arsitektur di Cirebon bernuansa Hindu. Kebanyakan bangunan di kota ini menggunakan bata merah yang kuat, tidak menyimpan panas dan juga banyak serta mudah diproduksi.
Pangeran Panjunan berinisiatif membangun Mushola tersebut menjadi masjid dengan perpaduan budaya dan agama sejak sebelum Islam, yaitu Hindu.
[caption id="attachment_315331" align="alignnone" width="1047"] Foto: Azizi Erfan | ANTV[/caption]
Hingga kini masjid ini telah dijadikan salah satu cagar budaya oleh Pemerintah Kota Cirebon. Layaknya masjid lain, masjid ini aktif menggelar kegiatan keagamaan seperti Salat lima waktu, Salat Tarawih, Tadarus Al Quran, Majelis Taklim namun tidak untuk Salat Jumat.
[caption id="attachment_315329" align="alignnone" width="1049"] Foto: Azizi Erfan | ANTV[/caption]
Dahulu Salat Jumat memang digelar di Panjunan namun kemudian dipusatkan ke Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang berada di Keraton Kasepuhan Cirebon. Mulai saat itulah Masjid Merah Panjunan tidak menggelar Salat Jumat.
Selain dijadikan sebagai tempat ibadah, Masjid Panjunan merupakan tempat legalisasi para wali, wisudanya para wali. Sebelum para wali bertugas menyiarkan Islam, mereka disahkan dulu di sini oleh Sunan Gunung Jati.
Erfan Septyawan | Cirebon, Jawa Barat