"Menggunakan masker secara tidak benar sebenarnya bisa membuatnya lebih berbahaya. Misalnya, bagi yang tak terbiasa justru sangat tidak nyaman... bisa menimbulkan gatal di balik masker itu," kata Profesor Paul Kelly. Artinya, jika seseorang terpapar COVID-19 lalu menggaruk bagian wajah yang gatal di bawah masker, risiko terinfeksi justru semakin tinggi.
Masyarakat di Indonesia saat ini sudah diwajibkan untuk mengenakan masker jika berada di luar, sementara di Australia justru disarankan untuk tidak menggunakan masker bagi warga yang sehat.
Wakil Pejabat Medis Tertinggi di Australia Profesor Paul Kelly menyatakan, masker sangat penting buat tenaga medis, namun untuk tahap ini "tidak direkomendasikan bagi masyarakat Australia".
[caption id="attachment_304540" align="alignnone" width="900"] Wakil Pejabat Medis Tertinggi di Australia Profesor Paul Kelly (Foto: canberratimes.com.au)[/caption]
Menurut laporan ABC, pihak berwenang Australia tetap bersikukuh jika penggunaan masker bagi masyakarat umum saat ini (hingga April 2020) belum dipandang perlu.
Profesor Kelly menyebutkan persediaan yang terbatas sebagai salah satu alasan belum diwajibkannya penggunaan masker.
Ia mengatakan alasan lainnya adalah soal efektivitas masker bagi warga yang sehat.
Profesor Kelly menambahkan, bahkan jika persediaan masker cukup banyak, pihaknya tidak akan menyarankan semua orang untuk mengenakannya.
"Menggunakan masker secara tidak benar sebenarnya bisa membuatnya lebih berbahaya. Misalnya, bagi yang tak terbiasa justru sangat tidak nyaman... bisa menimbulkan gatal di balik masker itu," ujarnya kepada ABC.
Artinya, jika seseorang terpapar COVID-19 lalu menggaruk bagian wajah yang gatal di bawah masker, risiko terinfeksi justru semakin tinggi.
Namun ia menambahkan pihaknya akan meninjau kembali saran medis soal masker sesuai peningkatan wabah COVID-19.
Terbukti untuk flu dan beberapa jenis corona, tapi tidak termasuk covid-19
Sementara itu sebuah penelitian di Pusat Epidemiologi WHO di Hong Kong menunjukkan masker medis terbukti secara signifikan mengurangi jumlah virus flu yang terdeteksi dalam partikel yang dilepaskan melalui pernapasan dan batuk.
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal "Nature Medicine" menjelaskan penggunaan masker mengurangi jumlah virus corona musiman (salah satu virus penyebab pilek biasa) yang dilepaskan ke udara melalui pernafasan atau batuk.
Namun penelitian ini tidak mencakup virus corona baru, SARS-CoV-2 atau lazim disebut COVID-19.
"Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apakah masker dapat secara khusus mencegah penularan SARS-CoV-2," kata Prof Benjamin Cowling yang memimpin penelitian tersebut.
"Pendapat saya yaitu, masker kain tetap memiliki efek, tapi mungkin lebih sedikit daripada masker medis yang dikenakan dengan benar," katanya seperti dikutip Reuters.
WHO sendiri mengatakan masker wajib dikenakan oleh siapa saja yang mengalami gejala batuk atau demam, atau orang yang menangani kasus COVID-19.
WHO tidak menyarankan orang sehat untuk memakainya dalam situasi sehari-hari.
Lalu kenapa sekarang malah diwajibkan pakai masker?
Namun sejumlah bukti menunjukkan penyebaran COVID-19 sebagian disebabkan karena virus ini dapat ditularkan oleh orang-orang yang sama sekali tidak menunjukkan gejala.
Hal itulah yang mendorong sebagian negara mewajibkan penggunaan masker, dengan asumsi dapat mencegah penyebaran COVID-19.
Menurut Rupert Beale, spesialis infeksi di Francis Crick Institute di London, penelitian ini menyajikan "bukti kuat dan meyakinkan" mengenai penggunaan masker, sebagai cara mengurangi penularan beberapa jenis virus.
"Mengenakan masker tidak sepenuhnya akan mencegah penularan. Itu juga tidak berdiri sendiri," katanya.
"Perlu dikombinasikan dengan tindakan lain seperti social distancing," tambahnya.