Penyebaran wabah virus corona masih meresahkan kita, Indoneisa bahkan di dunia dan hingga kini pasien baru yang terjangkit virus asal Wuhan itu kian bertambah, bahkan lebih dari 90 negara mengonfirmasi kasus positif terinfeksi virus corona jenis baru penyebab Covid-19. Virus corona mewabah sejak akhir Desember 2019 di Kota Wuhan, Hubei, China, hingga akhirnya meluas ke banyak negara, sementara di Indonesia, data terakhir menunjukkan ada 19 orang yang dinyatakan positif terinfeksi virus corona. Sementara itu, ratusan orang lainnya dalam pemantauan dan pengawasan. Tentunya kondisi ini menimbulkan kekhawatiran, tak jarang membuat masyarakat panik. Bagaimana agar tak panik tetapi tetap waspada menghadapi ancaman wabah virus corona? Sejatinya rasa khawatir terhadap imbas penyebaran virus corona memang seharusnya dimiliki dan hal yang harus dilakukan adalah mengakui rasa takut, cemas, panik, dan khawatir yang mungkin dialami. Rasa takut, cemas, panik, misalnya, muncul karena melihat langkanya masker atau kekhawatiran akan terjadi sesuatu sehingga terjadi panic buying. Mestinya melihat hal itu masyarakat untuk tidak terlalu lama dalam ruang emosi negatif tersebut karena harus segera mengambil perspektif rasional untuk masalah yang sangat nyata dan kompleks ini dan tanyakan pada diri sendiri beberapa pertanyaan penting. Beberapa pertanyaan itu di antaranya: Seberapa besar Covid-19 mengganggu diri kita? Tindakan pencegahan apa yang dapat diambil dan bagaimana dapat mengatasi kegelisahan ini? Berangkat dari pertanyaan itu, maka seseorang akan menemukan kedamaian atau ketenangan ketika mengambil tindakan yang lebih praktis untuk masalah tersebut, karena kekhawatiran dan ketakutan akan terasa jauh lebih ringan. Kekhawatiran juga cenderung membawa kita ke masa depan, meski demikian, masa depan hampir selalu di luar kendali kita. Oleh karena itu, penting untuk memikirkan hal yang sedang berlangsung saat ini. Sebaiknya tak menganggap kekhawatiran yang muncul itu sebagai realita saat ini akan terasa lebih penting dan Isi pikiran dengan hal positif, seperti mayoritas dari kita dalam kondisi sehat, orang yang kita cintai baik-baik saja, dan hidup ini baik-baik saja. Dengan pola pemikiran seperti ini, dapat menjadi penangkal yang kuat untuk tidak mengkhawatirkan masa depan atau masa lalu. Memang sangat mudah untuk membiarkan hati menguasai pikiran kita dalam situasi krisis, namun yang perlu diwaspadai adalah pikiran-pikiran negatif dan pikiran yang tidak masuk akal. Oleh karena itu, masyarakat harus melawan rasa khawatir itu sehingga tidak menguras energi, mengingat bahwa kita tidak sendirian. Mencoba untuk menjadi kuat dan tetap positif bagi mereka karena sebelum virus corona menyeruak, sudah ada wabah sebelumnya seperti SARS yang merebak pada tahun 2003, dan flu babi H1N1 pada tahun 2009. Setidaknya dari dua kasus wabah dunia itu, orang-orang telah berhasil menghadapi masa sulit dan dapat mengatasi virus corona saat ini, sehingga untuk membantu mengelola perasaan tidak enak, maka lakukan rutinitas harian seperti biasa. Selain itu, atur jenis dan kuantitas informasi yang kita terima harinya untuk memberikan waktu pada otak agar beristirahat dan jangan terlalu memikirkan apa yang telah dibaca atau dilihat. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mencegah kecemasan dalam pikiran bisa dilakukan aktivitas-aktivitas berikut, di antaranya: - Olahraga secara teratur - Beraktivitas di luar sehingga mendapatkan udara segar - Makan makanan yang seimbang - Tidur cukup - Meluangkan waktu untuk perawatan diri. - Saat sudah merasa baik, kuat, dan sehat, berarti telah berhasil atau mampu mengatasi apa pun yang terjadi di sekitar kita. Putus Matarantai Penyebaran Virus Corona Covid-19. Akibat dari sikap warga Italia dan Iran yang seolah menyepelekan gelombang ‘serangan’ virus corona, yakni dengan tetap berkumpul di tempat-tempat keramaian meski pemerintah telah melakukan penutupan wilayah, mungkin bisa menjadi contoh penting betapa kita harus peduli tanpa harus panik. Pemerintah yang membuat kebijakan lockdown maupun yang mengimbau agar beraktivitas dengan social distance atau pun beberapa perusahaan yang menerapkan Work From Home, sejatinya adalah untuk memutus matarantai penyebaran virus corona yang terus menggila. Saatnya patuh terhadap imbauan pemerintah untuk tetap berada di rumah, self isolation dan meliburkan sekolah, sehingga bukan bukan malah dimanfaatkan untuk liburan ke tempat-temapt wisata yang tidak ditutup oleh pemdanya. Kebijakan work from home yang diterapkan perusahaan juga jangan dijadikan kesempatan untuk reunian dengan kawan-kawan di tempat mancing atau foodcourt perumahan misalnya, atau malah ngumpul-ngumpul dengan komunitas lainnya. Tidak punya rasa panik boleh tapi jangan juga bandel, jangan ndableg, jangan ngeyel, jangan sok hebat tak takut mati, karena jika yang terpapar anda sedirian mungkin orang lain tidak ada yang perduli. Jika diri kita terpapar, maka sudah pasti akan menularkannya kepada anggota keluarga, teman dan anggota teman keluarga, terus menjalar ke temannya teman dan keluarga dan kawan-kawannya lagi, begitu seterusnya. Jadi tidak ada salahnya untuk mematuhi ajakan self isolation dari pemerintah secara bertanggung jawab karena dengan begitu maka telah membantu pemerintah memutus mata rantai penyebaran virus, membantu tenaga medis untuk mengurangi jumlah pasien yang akan mereka tangani. Menyikapi Kebijakan Libur 14 Hari Bagi para siswa, kebijakan pemerintah untuk meliburkan sekolah selama 14 hari tentu dianggap hal yang ‘mengasikkan’ padahal angka 14 hari itu memiliki perhitungan yang teknis terkait masa inkubasi virus corona. Berikut yang bisa kita sikapi dengan imbauan 14 hari libur: 14 hari itu sangat penting dan harus disertai tindakan kepatuhan. 14 hari itu mampu menghentikan laju penularan Covid-19. 14 hari itu mampu menyelamatkan ribuan orang. Mengapa? Ketika seseorang kontak dengan apapun yg bisa menginfeksinya Covid-19, maka harus ditunggu 14 hari minimal, jika tidak terjadi apa-apa (demam maupun batuk), maka orang itu aman. Libur 14 hari untuk memotong rantai penularan, ini baru akan berhasil jika semua orang tetap tinggal di rumah masing-masing selama 14 hari. Sebagai ilustrasi, seorang anak mulai libur tanggal 16 Maret selama 14 hari, maka dia akan masuk sekolah lagi pada hari ke-15. Namun ternyata karena anak ini dan keluarganya menggunakan waktu libur itu untuk jalan-jalan, mengunjungi kumpulan orang, atau ketempat saudara, ke mall dan lainnya. Maka jika seandainya si anak tadi jalan-jalan di hari ke 10 dan terlular Covid-19 di tempat yang dikunjungi, mungkin pada hari ke 14 atau 15 belum ada tanda2 dia sakit, tetapi dia sudah membawa Covid-19 di tubuhnya dan berpotensi menularkan. Nah, andai si anak tadi masuk sekolah pada hari ke 15, maka 14 hari libur sekolahnya itu, tidak ada gunanya, penularan terjadi juga di sekolah, efek domino akan berlangsung, rantai penularan tidak terputus. Untuk itu, semua orang harus bekerjasama, semua warga Indonesia harus membantu, warga harus kompak, yaitu patuh untuk tidak kemana-mana dalam 14 hari itu kecuali untuk hal yang sangat perlu. Waktu 14 hari itu, berguna untuk saling pantau, jika ada orang yang menunjukkan gejala menderita serangan Covid-19, bisa segera ditangani dan penularan stop hanya pada dia, karena dia tidak kontak dengan orang lain dalam 14 hari itu. Jadi alangkah baiknya mengisolasi diri, untuk diri sendiri dan orang lain, mungkin pula dalam skala besar untuk umat manusia, sehingga semua bisa patuh dan pemerintah terbantu untuk stop penularan Covid-19, jika tidak, maka 14 hari libur itu percuma, 14 tahun pun tak bisa stop penularan. Jadi, Mau Pilih Piknik daripada Panik?
Wabah Virus Corona, Pilih Piknik Daripada Panik
Rabu, 18 Maret 2020 - 21:55 WIB
Baca Juga :