Persamaan visi dan orientasi tentang kehidupan, membuat hati H. Achmad Bakrie, pendiri Kelompok Usaha Bakrie ini tergerak mengajak Hutomo, teman salatnya ketika Idul Fitri dan Adha - bergabung bekerja di dalam perusahaannya.
Tak dapat diragukan bahwa lebaran merupakan hari yang penuh berkah bagi semua kaum muslimin dan bagi Hutomo Saidhidayat hari itu lebih dalam kesannya. Sebab lebaran itu ternyata menjadi media komunikasi yang cukup baik untuk membangun persahabatan dengan H. Achmad Bakrie.
[caption id="attachment_289090" align="aligncenter" width="900"] Bergambar saat lebaran di Simpruk. Keluarga besar yang selalu tampak rukun. Itu agaknya jauh lebih berharga daripada warisan harta berbilang-bilang jumlahnya (Foto Dokumentasi Keluarga[/caption]
“Hubungan saya hanya hubungan pribadi saja atau kekeluargaan. Bukan hubungan bisnis,” kata mantan komisaris ini.
Kesan tentang H. Achmad Bakrie, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam berusaha banyak didasarkan pada ajaran Al Quran.
"Dia membangun pabrik pipa, karena di dalam Al Quran terdapat surat Al Hadid, yang artinya besi,” tuturnya menjelaskan motivasi dan landasan filosofi H. Achmad Bakrie membangun pabrik pipa. Sebab pada saat itu, sulit diprediksi bahwa pipa akan dibutuhkan.
Kesederhanaan dalam kehidupan H. Achmad Bakrie membuat orang tertarik padanya, apalagi ditopang dengan kejujuran dan keseriusan dalam memperhatikan janji.
[caption id="attachment_289089" align="aligncenter" width="1080"] Tiga Generasi. H. Oesman Batin Timbangan (ayah) memegang tongkat berkopiah.H. Achmad Bakrie nomor 3 dari kiri belakang. Aburizal Bakrie duduk di pangkuan ibundanya (Hj. Roosniah Bakrie) (Foto Rumah Pusaka, Lampung)[/caption]
Modal kepercayaan ini selalu menjadi perhatiannya dan melasanakannya dengan baik pula. H. Achmad Bakrie itu tepat waktu, ketika mengembalikan uang pinjaman. “Itulah sebabnya, beliau dikasih pinjam oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) ketika hendak membangun Talang Tirta.”
Kecintaan H. Achmad Bakrie pada ilmu lebih besar daripada harta. Kemampuan otodidaknya merupakan bukti konkret akan kecintaannya, apalagi ditambah dengan keberhasilan anak-anaknya dalam pendidikan.
“Sebab Al Quran ngajarkan kita dalam doa, minta ilmu dulu, baru rezeki. Bukan rezeki baru ilmu,” tuturnya penuh semangat, menirukan ucapan almarhum. Orang yang berilmu itu bukan hanya dibutuhkan, tetapi sekaligus dihormati.
“Kalau seperti saya ini Tom - panggilan akrab Hutomo Saidhidayat - hanya dibutuhkan, tidak dihormati. Orang yang berilmu selalu diharapkan duduk di depan, tetapi orang kaya di belakang. Maka anak saya ingin pinter dulu, Tom, baru cari uang, bukan sebaliknya.”
Seandainya H. Achmad Bakrie disuruh memilih, niscaya beliau memilih ilmu daripada harta.
“Tapi kalau bisa, kedua-duanya,” paparnya.
Kebaikan dan perhatian pada orang miskin sangat besar, terutama dalam memberikan sesuatu. Hanya prinsipnya “Kalau tangan kanan memberi, tangan kiri jangan tahu,” itulah yang menyebabkan ada yang menilai beliau negatif.
“Saya kira beliau bukan pelit, tetapi hemat. Dan beliau selalu memberikan lebih banyak daripada orang lain kepada anak kecil yang mengambil bolanya ketika main tenis,” Tukasnya.
Bahkan yang dipikirkan H. Achmad Bakrie adalah menambah kebaikan dengan menyedekahkan hartanya secara wajar.
“Mas Tom, saya ini orang nggak punya,” suaranya lirih suatu hari.
Tentu saja orang yang pernah bekerja di BRI ini bertanya.
“Lo, kok nggak punya?”
“Nggak, amal saya ini sangat sedikit sekali.”
Etos kerja H. Achmad Bakrie sulit ditandingi, sekalipun kekayaannya lebih dari cukup. Dan itu bukan untuk pribadi dan keluarganya saja.
"Saya ini kan dikaruniai Tuhan bisa berusaha. Dan orang lain masih banyak yang membutuhkannya,” katanya,
ketika ditanya salah seorang mengapa kerja giat begitu. Sebenarnya banyak orang lain yang bisa berusaha, hanya kadang-kadang tidak bisa mempergunakan hasil usahanya.
“Sebab, mempergunakan uang sama sulitnya dengan mencarinya,” ungkapnya, menirukan H. Achmad Bakrie.
Memperhitungkan uang yang akan dikeluarkan untuk kebutuhan merupakan keharusan bagi pendiri Kelompok Usaha Bakrie ini. Bahkan hal itu merupakan refleksi dari sikap tidak mau menyia-nyiakan karunia Tuhan dan takut terjebak dalam sikap mubazir.
"Kalau beliau mau menulis lantas melihat kertas yang sudah dipakai, beliau pakai sebelah yang masih bersih, kan tujuannya sama,” ujar Pak Hutomo, menggambarkan tentang kehematan H. Achmad Bakrie.
Maka kadang-kadang H. Achmad Bakrie tampak pragmatis.
“Beliau makan di mana saja, asal bersih dan enak, tidak ada rasa gengsi,” tuturnya.
Pembawaan H. Achmad Bakrie yang selalu tenang dalam menghadapi segala tantangan, dan serius dalam mengerjakan apa saja, menggambarkan dirinya penuh vitalitas yang tinggi dan energik.
“Serius itu kan bukan kaku. Beliau tidak menampakkan sikap kaku dalam segala tindakannya, tetapi justru fleksibel. Hanya jangan coba-coba dalam disiplin kerja. Pendiri perusahaan Bakrie & Brothers ini dikenal sangat terbuka dan fair dalam menilai orang. Siapa saja yang lebih pintar dan lebih baik, dialah yang dapat kesempatan lebih baik. Maka saya harap, generasi penerusnya tetap memegang tradisi dan menjaga keutuhan serta mengembangkan perusahaan yang dibangun beliau,” jawabnya dan harapannya. Semoga...
[caption id="attachment_289087" align="aligncenter" width="900"]
H. Achmad Bakrie - Hj. Roosniah Bakrie Bersama Anak-Anaknya[/caption]
Sumber: Buku "Achmad Bakrie - Sebuah Potret Kerja Keras, Kejujuran, dan Keberhasilan" Syafruddin Pohan, dkk. Cetakan Kedua (e-book), 2011, PT Bakrie & Brothers Tbk, ISBN : 978-602-98628-0-5