Pekerjaan di areal pertambangan tidak hanya dimonopoli kaum pria saja. Sejumlah perempuan Indonesia ternyata ada yang bekerja di pertambangan Australia Barat.
Sejumlah perempuan asal Indonesia telah membuktikan kalau mereka tidak hanya mampu bekerja di Australia, yang memiliki budaya jauh berbeda dengan di Indonesia.
Mereka juga mampu bersaing dengan para pria di bidang-bidang yang biasanya didominasi, bahkan dianggap sebagai "pekerjaan pria".
Seperti Maryln White, Jelita Sidabutar, dan Yulia Hadi bekerja di sektor pertambangan di Australia Barat. Ketiganya sama-sama berasal dari Kalimantan namun bekerja di perusahaan yang berbeda.
Sebelumnya, mereka juga pernah memiliki pengalaman bekerja di bidang pertambangan, konstruksi, dan telekomunikasi saat berada di Indonesia.
Perempuan Lebih Fokus
Berasal dari Pontianak, Kalimantan Barat, Marlyn White sudah bekerja di sejumlah perusahaan pertambangan di Australia Barat selama lebih dari 10 tahun.
Saat ini ia bekerja sebagai 'Project Controller' di sebuah perusahaan peralatan dan perlengkapan tambang, yang juga menuntutnya untuk bekerja dan tinggal di lokasi pertambangan.
Pekerjaannya saat berada di lapangan adalah mengecek kualitas peralatan dan perlengkapan untuk keperluan menambang.
[caption id="attachment_288756" align="alignnone" width="700"] Marlyn White dengan alat berat (Foto: Dok Pribadi)[/caption]
Sebelum di posisinya saat ini, ia pernah juga bekerja sebagai 'Project Planner' dan 'Project Manager' di perusahaan pertambangan serta perusahaan konstruksi.
Dari pengalamannya, ia merasa industri pertambangan di Australia adalah "sangat maskulin, kasar, dan penuh dengan kata-kata kasar".
Karenanya, Marlyn mengatakan pentingnya memahami budaya kerja di pertambangan Australia, untuk kemudian beradaptasi dengan cepat.
"Belakangan saya menyadari meski teman-teman kerja pria terlihat kasar atau banyak menggunakan kata-kata kasar, tapi dalam hatinya mereka sangat baik dan peduli dengan rekan kerja perempuannya," kata Marlyn.
"Saya hanya perlu memahami budaya kerja mereka, kemudian tidak memposisikan diri saya bukan sebagai seorang puteri, tapi pejuang."
Memiliki kepercayaan diri adalah salah satu kunci agar dapat bertahan di industri ini.
"Mungkin mereka mengecilkan atau mempertanyakan kemampuan kita, tapi kita harus tunjukkan pada mereka, 'saya tahu apa yang saya lakukan'," kata Marlyn yang kini berusia 41 tahun.
[caption id="attachment_288757" align="alignnone" width="700"] Marlyn White saat bersantai (Foto: Dok Pribadi_[/caption]
Menurutnya, kepercayaan diri kini telah menjadi masalah bagi banyak perempuan muda, karena mereka sering membandingkannya dengan orang lain, termasuk untuk mendefinisikan arti kecantikan.
Seringkali yang disebut cantik adalah perempuan berkulit putih, bermata biru, berambut pirang, atau terlihat seperti perempuan-perempuan yang ada di majalah-majalah fashion.
"Jika kita ingin seperti mereka, lalu kapan kita bisa menjadi diri sendiri? ujar Marlyn kepada Erwin Renaldi dari ABC Indonesia.
Komentar Negatif dari Luar
Jelita Sidabutar adalah seorang 'Project Geologist' di perusahaan Seequent yang berbasis di kota Perth, Australia Barat.
Setelah lulus dari bidang ilmu geologi di Universitas Padjajaran Bandung, Jelita pernah bekerja sebagai geolog di PT Nusa Halmahera Minerals di Indonesia.
Sebagai seorang ahli geologi, Jelita bertanggung jawab dengan melakukan pemetaan dan memperkirakan simpanan mineral, serta menafsirkan data geologi, untuk kemudian memberi saran soal rencana produksi tambang.
[caption id="attachment_288758" align="alignnone" width="700"] Jelita Sidabutar di lokasi tambang (Foto: Dok Pribadi)[/caption]
Sebuah pekerjaan yang sangat membutuhkan kekuatan fisik, menurutnya, karena juga kadang ia harus mengangkat peralatan berat ke lapangan.
Tapi Jelita mengaku tantangan terbesarnya sebagai seorang perempuan bekerja di pertambangan Australia adalah justru datang dari luar.
Seringkali ia harus mendapatkan komentar-komentar negatif sebagai seorang istri dan ibu yang kerja di lokasi pertambangan.
"Seringkali saya dihakimi terlalu mengejar karir dengan pergi ke lokasi tambang, yang terpencil, ketimbang mengurus keluarga," katanya
Tapi Jelita menyadari kalau perempuan memang memiliki banyak peran, sebagai seorang istri, ibu, dan juga kadang bekerja untuk membantu keluarga.