Manusia Bukan Buntelan Nasi Bungkus

Manusia Bukan Buntelan Nasi Bungkus (Foto : )

Kita tidak sadar saat makan. Mengunyah makanan sekedarnya. Menelan makanan sekenanya. Otomatis seperti robot. Seolah bak buntelan nasi bungkus. Diisi nasi, sayur dan lauk namun si bungkus tiada kesan rasa. Ada etika makan yang sering dilupakan banyak manusia. Etika makan ini mungkin hanya dikenal orang-orang yang berkepentingan soal kesopanan makan. Bisa pejabat, pengusaha, juru masak. Biasanya hanya sesaat, saat seremoni saja.Setiap komunitas sosial punya aturan di meja makan yang berbeda. Namun bukan ini tema obrolan kita. Kita lebih bicara pada kesadaran sebagai manusia berindera. Terutama soal makan. Etika makan seturut tangkapan indera.Selapar apapun, hindari untuk menyendok makanan dalam porsi besar. Demikian pula minuman. Ambil teguk kecil, bukan tegukan besar.Makanlah dengan lambat. Cicipi makanan tanpa tergesa-gesa. Kunyahlah menjadi rasa. Sadarilah rasanya. Setiap cecap dan kunyah adalah kenikmatan yang dirasa lidah. Rasakan setiap racik bumbu yang ada pada makanan itu.Saat kita merasakan manisnya makanan, jadilah manis itu. Lidah dan mulut yang pertama merasakannya. Kemudian amati, rasakan manis itu merayap di seluruh tubuh. Apa pun yang kita makan, rasakan rasanya dan rasanya.Tanpa rasa, indera kita akan mati. Indera-indera kita akan semakin tidak sensitif. Tidak peka. Bahkan pada puncak kesadaran fisik, kita tidak akan bisa merasakan tubuh. Pada puncak spiritualitas, kita tidak akan bisa merasakan perasaan kita.Siapa sangka sebegitu hebatnya efek makan pada spiritualitas!Saat minum, rasakan kesejukan airnya. Pejamkan mata, minumlah perlahan. Cecaplah. Rasakan kesejukan. Rasakan kita telah menjadi kesejukan itu. Data kesejukan itu ditransfer kepada kita dari air yang itu menjadi lebur dengan tubuh. Kita akan merasakan kesejukan di seluruh tubuh.Sederhana, dengan begini, kepekaan rasa bisa bertumbuh. Kita pun menjadi lebih Hidup dan lebih Kenyang. Kita tidak hanya sekedar buntelan nasi bungkus! (*)