HUT Kelompok Usaha Bakrie ke-78, H. Achmad Bakrie Mendidik Menghargai Uang

HUT Kelompok Usaha Bakrie ke-78, H. Achmad Bakrie Mendidik Menghargai Uang (Foto Istimewa) (Foto : )

Sebagai usahawan besar yang merangkak dari bawah, H. Achmad Bakrie tentu merasakan betapa sulitnya mencari uang. Karena itu tidaklah aneh, jika ia pun mendidik putra-putrinya agar berlaku hemat. “Setiap Pak Bakrie mengirim putra-putrinya untuk jalan-jalan atau cari pengalaman ke sini, beliau kasih instruksi agar diperketat budget-nya,” cerita Wong Chun Sum pada H. Azkarmin Zaini, suatu hari di Hong Kong.Mr. Wong Chun Sum adalah pimpinan Cemara Trading Company Limited, sebuah perusahaan yang didirikan H. Achmad Bakrie di Hong Kong.Wong, demikian panggilan populernya, lahir di Balikpapan tahun 1933. la mengecap pendidikan Sekolah Dasar (SD) di Balikpapan dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Surabaya.Dari tahun 1956 - 1957, situasi perekonomian Indonesia kurang baik. “Oleh karenanya tahun 1957 saya memutuskan pindah ke Hong Kong,” kenangnya.Di sana, peranakan Indonesia ini merasa harus mengikuti pendidikan Bahasa Inggris. Setahun kemudian (1960) ia diterima bekerja di Metro Department Store. Toko ini, milik pedagang Cina kelahiran Indonesia, yang ternyata teman H. Achmad Bakrie. Namanya Wong Chum Kim.Di Metro inilah Sum pertama kali bertemu H. Achmad Bakrie. Bak seorang perjaka menemukan jodohnya, yang tak terhalang oleh jauhnya jarak negara dan benua, H. Achmad Bakrie “naksir” Wong Chun Sum.Sebagai pemilik perusahaan yang sarat suka duka, H. Achmad Bakrie tentu mahir memilih pegawainya. Wong ternyata cocok di mata H. Achmad Bakrie. la pun menawarinya pekerjaan."Ketika itu pak H. Bakrie bertanya, kalau mau membuat perusahaan di sini modalnya berapa?" ungkap Wong menirukan.“Saya bilang, kira-kira HK $,5.000 sampai HK $ 10.000.” Wong ingat betul itu.Singkat cerita, Wong dipercaya memimpin Cemara Trading Company Limited, anak perusahaan milik H. Achmad Bakrie."Order pertamanya adalah dari Dasaad Musin Concern. Nilainya seharga HK $ 250.000. Tapi order itu tanpa L/C (Letter of Credit), hanya pakai surat saja. “Suratnya berupa kepercayaan. Lantas dari order ini, H. Achmad Bakrie kirim uang dari negeri Belanda untuk membeli barang itu dulu. Setelah sampai di Jakarta baru dibayar pak Dasaad,” ucapnya.Dari order tersebut Cemara meraih untung 20% dari omzet, yaitu HK $ 50.000. Baru satu order sudah ketutup seluruh capital hingga H. Achmad Bakrie senang sekali.Perusahaan yang dipimpin Wong ini terus berkembang. Dalam kurun waktu dua tahun (1967 - 1969) omzetnya kira-kira HK $ 1.000.000 tiap bulan.Untuk ukuran sesingkat itu pesat sekali. Namun demikian, pengeluaran tak boleh semena-mena. Walaupun untuk H. Achmad Bakrie, istrinya, atau anak-anaknya.“Kalau Bapak mengirim putra-putrinya untuk jalan-jalan atau cari pengalaman, saya disuruh menjatahinya tidak boleh lebih dari HK $100 perhari. Biaya hotel dan uang belanja pun demikian,” jelasnya.Maksudnya, lanjut Wong, H. Achmad Bakrie mendidik anak-anaknya agar menghargai uang. Segala keuntungan diprioritaskan untuk investasi terus menerus. Misalnya, kalau dapat untung HK $1.000, yang boleh dipakai tidak lebih dari HK $ 200 - HK $ 300. Sisanya mesti disimpan untuk modal.Itulah salah satu kebiasaan H. Achmad Bakrie. Kebiasaan itu pun cocok dengan filosofi nama perusahaan yang diberikan sang pemilik.“Wong, kalau sudah buka Cemara itu tidak boleh roboh.” Jangankan roboh, “daunnya” saja cuma gugur ala kadarnya. Supaya tidak roboh, “pohon” itu disangga enam orang, yaitu suami istri Wong dan empat staf.Baru setelah bekerja enam bulan, istri Wong pun dapat gaji tetap HK $ 500 sebulan. Wong sendiri bergaji HK $ 1.000 alias 5 kali lipat gajinya di Metro. Tapi waktu itu omzetnya memang sekitar satu juta dollar Hong Kong perbulan.Kesederhanaan dan kedewasaan H. Achmad Bakrie tercermin pula dalam praktek berusahanya. Apa yang telah didapat mesti berdaya guna dan berhasil guna secara optimal.Agaknya, itu salah satu yang membedakannya dari saudagar lain yang hidup di zamannya. Bagi masyarakat modern yang telah mengerti tata niaga ala Sogo Sosha, kesadaran invest dan reinvest secara terus menerus bukanlah hal luar biasa. Tapi, pada zaman H. Achmad Bakrie? Kesadaraan itu masih langka. Jika demikian, tidaklah aneh bila generasi keduanya saat ini tampak semakin mekar.Lebih-lebih generasi kedua ini yang selain ditopang oleh kuatnya wawasan berusahanya, juga secara kultural telah proporsional terbentuk dari didikan sang ayah.Wong memberikan ilustrasi: H. Achmad Bakrie suatu kali “mengutus” Pak Ical ke Hong Kong. “Tak disangka bapak cuma kasih budget HK $ 100 setiap hari. Konsekuensinya Pak Ical sering keluar masuk hotel sederhana yaitu Singapore Hotel di Hong Kong Site.Waktu itu sewanya cuma HK $ 70, sisa uang HK $ 30 untuk makan dan belanja lain. Karena hotelnya kurang begitu baik, Pak Ical sampai jatuh di kamar mandi. Mukanya luka berdarah. Karena jatuh di bak waktu mau sikat gigi, kena kaca,” ungkap Wong.Sementara ilustrasi mengenai Nirwan lain lagi. “Iwan itu pintar juga. Bila ikut bapaknya ke Tokyo, dia beli jepitan kuku selusin atau dua lusin. Kemudian dia jual pada teman-teman sekolahnya".H. Achmad Bakrie sendiri, lanjutnya, menilai Iwan itu pintar. Terutama dalam berbisnis. Hal-hal tadi mencerminkan betapa H. Achmad Bakrie membiasakan hidup sederhana dalam berlimpahnya kekayaan.Harta berlimpah tidak membuatnya lupa pada ajaran agama yang tidak membolehkan hidup berfoya-foya dan berlebihan. Harta yang didapatnya disikapi dengan perilaku bersahaja yang memang diajarkan oleh agamanya.Apakah itu juga menurun ke anak da cucu-cucunya kelak?Selama bergabung dengan Bakrie, Wong mengaku memperoleh berbagai pelajaran. Diantaranya yang sangat berharga ialah seluk-beluk bank. la sering diajak H. Achmad Bakrie ketemu orang bank di Hong Kong.Dari situlah dia tahu bagaimana caranya pinjam uang, fasilitas dan sebagainya. Seingatnya, yang sering dikunjungi pak Bakrie ialah Citibank, Chase Manhattan Bank, dan BNI di Hong Kong.“Sudah lupa nama-nama yang ditemui, tetapi ada beberapa vice president,” pungkas Wong Chun Sum. Sumber: Buku "H. Achmad Bakrie - Sebuah Potret Kerja Keras, Kejujuran, dan Keberhasilan" Syafruddin Pohan, dkk. Cetakan Kedua (e-book), 2011, PT Bakrie & Brothers Tbk, ISBN : 978-602-98628-0-5