HUT Kelompok Usaha Bakrie ke-78, Rekam Jejak Bisnis H. Achmad Bakrie yang Penuh Perjuangan

HUT Kelompok Usaha Bakrie ke-78, Rekam Jejak Bisnis H. Achmad Bakrie yang Penuh Perjuangan (Foto Kolase Istimewa) (Foto : )

Menjelang kedatangan Jepang, apotek itu bangkrut. Obat-obat yang tersisa dibeli oleh Achmad Bakrie. Setelah harga naik, obat itu dijual lagi. Uang hasil penjualan itu jadi modal usaha.Pada 10 Februari 1942, usahanya sudah mulai merambah jual-beli kopi, lada, tepung singkong, dan hasil bumi lain. Dari sanalah cikal bakal Bakrie & Brother General Merchant And Commission Agent di Telukbetung.Achmad Bakrie hidup di zaman yang sedang berubah. Saat itu banyak mobil dan biskuit ditinggalkan orang-orang Belanda yang lari meninggalkan aset-asetnya karena takut dengan kedatangan Jepang di sekitar Teluk Betung.Achmad dan Abuyamin, saudaranya, kebetulan tahu di mana barang-barang tersebut di tinggalkan. Setelah menimbang, mereka memilih mengambili biskuit-biskuitnya. Mereka memilih mengabaikan mobil. Setelah menolong Polisi Jepang yang mobilnya mogok, Achmad pun dapat lisensi trayek angkutan meski tak punya mobil. Dengan memakai mobil milik Oei Kian Tek, trayek itu pun berguna. Bisnis minyak kelapa milik Abuyamin dari Kalianda ke Teluk Betung pun lancar. Di zaman pendudukan Jepang, perusahaannya sempat berganti nama menjadi Jasumi Shokai, agar tidak terkesan Eropa. Pada zaman pendudukan Jepang pula Bakrie memutuskan hijrah ke Jakarta. Bisnisnya meluas dan bahkan sudah mulai berdagang ke luar negeri pula. Pada masa itu pula, setelah menetap di Jakarta,Bakrie mulai berkeluarga dengan Roosniah yang memberinya 4 anak: Aburizal Bakrie (Ical), Roosmania Odi Bakrie (Odi), Usmansyah Bakrie dan Nirwan Dermawan Bakrie.Setelah 1950 bisnisnya semakin berkembang. Pada 1952, perusahaannya bernama NV Bakrie & Brother.Dua dekade kemudian, pada 1970an, NV berubah menjadi PT. Bisnisnya juga termasuk penggilingan beras di Lampung dan getah karet hingga pabrik pipa baja dan kawat. Bakrie termasuk pengusaha yang mulai menonjol bisnisnya di zaman Orde Lama, seperti juga Gobel. Achmad Bakrie, menurut Joe Studwell, dalam Asian Godfathers: Menguak Takbir Perselingkuhan dan Penguasa (2017), adalah sedikit grup manufaktur pribumi yang besar. Juga termasuk pengusaha pribumi yang menguat di masa Orde Lama. “Achmad mendapat keuntungan dari Program (ekonomi) Benteng yang diberikan kepada pengusaha pribumi setelah kemerdekaan dideklarasikan pada 1945, dan mengambil bisnis baja yang dinasionalisasi dari Belanda,” tulis Joe Studwell.