Ketika Dewa Siwa Menari di Tahun 2020, Dunia Diguncang Bencana.

Ketika Dewa Siwa Menari di Tahun 2020, Dunia Diguncang Bencana. (Foto : )

Dewa Siwa dikenal sebagai dewa pelebur yang bertugas untuk menghancurkan semesta yang sudah usang. Dalam menjalankan tugasnya sebagai pelebur, Siwa menggunakan sebuah tarian yang dinamakan dengan Tandava Nataraja. Dewa Siwa adalah salah satu dari tiga dewa utama (Trimurti) dalam agama Hindu. Dua dewa lainnya adalah Brahma dan Wisnu. Dewa Siwa dikenal sebagai dewa pelebur, yang bertugas melebur segala sesuatu yang sudah usang dan tidak layak ada di dunia, sehingga harus dikembalikan kepada asalnya. Dewa Siwa adalah dewa petapa dan penyendiri. Ia jarang turun ke dunia kecuali jika Dewa Wisnu atau Dewa Brahma meminta bantuannya. Meskipun demikian, dapat dikatakan bahwa Siwa adalah dewa yang paling populer dalam tradisi Hindu di India dan Nusantara. Siwa digambarkan sebagai dewa berkulit biru dan bersenjatakan trisula. Penampilannya pun sangat eksentrik, jauh berbeda dengan dewa-dewa lainnya. Jika dewa lain menggunakan mahkota di kepala, Siwa hanya menggunakan hiasan bulan sabit di rambutnya. Jika dewa lain memakai baju yang indah, Siwa hanya memakai baju yang terbuat dari kulit hewan saja. Ia menyelimuti dirinya dengan abu jenazah sebagai perilaku hidup estetik petapa. Dewa Siwa Sebagai Rudra (Pelebur) Siwa adalah simbol Brahman (Tuhan) dalam kekuatannya melebur alam semesta (cosmos). Penggambaran Siwa saat menjalankan tugasnya sebagai pelebur dikenal dengan Rudra.  Rudra berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti menangis atau melolong. Siwa dalam personifikasi Rudra, diwujudkan dalam aspek yang sengit menghancurkan, menakutkan dan mengerikan. Rudra adalah salah satu aspek ketuhanan, yang merupakan unsur hidup dan kehidupan yang disebut dengan Rudra prana. Kesebelas Rudra yang mengatur alam semesta itu diantaranya Kapali, Pinggala, Bima, Virupaksha, Vilohita, Shasta, Ajapada, Abhirbudhnya, Shambu, Chanda dan Bhava. Rudra (Siwa) digambarkan sebagai sosok bermata tiga dengan sejata trisula di tangannya. Dia adalah perwujudan 11 Rudra yang merupakan penjelmaan Siwa. Siwa sebagai Rudra melaksanakan fungsinya sebagai pelebur alam semesta dengan ke 11 perbanyakannya itu. Siwa Nataraja dan Tarian Kehancuran Siwa ditugaskan untuk melebur dan mengancurkan suatu siklus peradaban. Ada dua cara yang mungkin dilakukan Siwa dalam menjalankan tugasnya sebagai pelebur, yakni:

  • Menggunakan mata ketiga (Siwa Ajna, Triclochana, atau Tryambakam) yang konon dapat menghancurkan apapun menjadi abu.
  • Menggunakan sebuah tarian yang dinamai dengan Tandava Nataraja. Tarian ini terdiri dari sejumlah gerakan kosmis yang konon bisa mengakhiri seluruh semesta.
Siwa yang dikenal dengan Nataraja, akan menari-nari bersama ke 11 perbanyakannya yaitu para Rudra. Tarian Siwa bukanlah tarian biasa, melainkan tarian maut. Setiap gerakannya adalah gerakan menghancurkan. Setiap pandangan dan kerlingan matanya adalah pandangan dan kerlingan membinasakan. Bhagavata Purana menyebutkan bahwa Siwa melebur semesta dengan sangat mudah, bagaikan angin melenyapkan kumpulan-kumpulan awan di langit dengan tiupannya nan keras. Setiap teriakan suka-citanya adalah teriakan kematian bagi segala makhluk. Dan setiap hembusan nafasnya adalah hembusan yang memporak-porandakan segala sesuatu. Sejatinya, penghancuran yang dilakukan Siwa bukanlah hal yang buruk. Kehancuran adalah awal sesuatu yang baru. Penghancuran yang dilakukan oleh Dewa Siwa sifatnya konstruktif, berupa pembaruan. Beberapa hal memang harus dihancurkan demi membangun dan mengubah energi untuk kesejahteraan dunia dan makhluk yang menghuninya. Dewa Siwa menghancurkan untuk memperbarui dan meregenerasi. Kehancuran atau kehilangan adalah sebuah awal yang baru. Hal-hal negatif  harus dihancurkan atau dihilangkan, demi hal-hal lain yang jauh lebih baik dan positif.