Dahlan Iskan Ungkap Praktik Bisnis Benny Tjokro, Tersangka Jiwasraya

benny tjokro foto hanson (Foto : )

Kejaksaan Agung telah menetapkan lima tersangka kasus Jiwasraya. Salah satunya adalah Direktur Utama PT Hanson International Benny Tjokro. Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan ungkap bagaimana praktik bisnis pewaris usaha Batik Keris ini. Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan angkat bicara terkait penahanan Direktur Utama PT Hanson International Benny Tjokro. Lewat laman pribadinya, Dahlan menguraikan bagaimana praktik bisnis Benny selama ini. Awalnya, Dahlan mengira Benny Tjokro akan lolos dari kasus Jiwasraya karena dikenal pintar bisa lepas dari jeratan hukum. Namun Kejaksaan Agung telah menetapkannya jadi tersangka dan menahannya. "Semula saya pikir Bentjok (Benny Tjokro) masih pintar: bisa lepas dari jeratan hukum. Dengan menggunakan hukum-hukum dagang yang tersedia. Yang, menurut hukum itu, bisa saja ia merasa benar. Bisa saja Bentjok merasa sudah sesuai dengan peraturan yang ada." Menurut Dahlan, Benny adalah tipe orang yang berpikir panjang. Segala langkahnya sudah dihitung. Pun untuk masa yang jauh. Termasuk sudah memperhitungkan akibat hukumnya. "Bahwa sekarang ia jadi tersangka mungkin salahnya pepatah --sepandai-pandai tupai melompat akhirnya ada tangga yang jatuh," tulisnya. Dahlan menyinggung praktik Benny yang mengeluarkan surat utang jangka menengah untuk meminjam dana dari pihak lain, seperti Jiwasraya. "Bahwa ia pernah memakai uang Jiwasraya ratusan miliar ia akui. Tapi, katanya, sudah lunas. Dan proses pemakaian uang itu pasti sudah ia persiapkan. Ia pasti sudah melengkapinya dengan dokumen yang rapi. Bentuknya pun pasti sudah diatur yang tidak melanggar hukum --menurut ia. Misalnya waktu mengeluarkan MTN --surat utang jangka menengah. Mediun term note,"  kata Dahlan. "Begitulah cara Benny pinjam uang secara legal," kata Dahlan. Menurutnya, kesalahan akan ditimpakan ke Jiwasraya. Tapi direksi JIwasraya juga merasa tidak salah. Mereka mengejar bunga besar. Untuk menutup defisit yang terjadi sejak turun menurun.

Pialang Sendiri

Dahlan mengatakan, secara hukum semua perusahaan boleh menerbitkan MTN. Sesuai dengan peraturan internal perusahaan itu. Secara hukum pula semua perusahaan boleh membeli MTN. Ini sesuai dengan aturan internal mereka. MTN itu kemudian diserahkan ke pialang untuk dipasarkan. "Untuk orang sekelas Bentjok ia harus punya perusahaan pialang sendiri. Atau perusahaannya orang lain tapi sebenarnya ia juga yang punya. Setidaknya pengendalinya --pakai remote control sekali pun." kata Dahlan. Dahlan menduga ada komisi gelap yang diterima direksi dari perusahaan yang bukan miliknya, seperti BUMN. "Kalau Anda menawarkan surat utang itu dengan bunga 12 persen tentu banyak yang mau.  Kalau Anda direktur utama dari sebuah perusahaan yang bukan milik Anda, komisi gelap itu sangat menggiurkan. Apalagi kalau pemilik perusahaan itu negara. Yang hanya mementingkan proses legalitas. Yang penting administrasinya benar. Padahal administrasi itu bisa diberes-bereskan," tulisnya lagi. Menurut Dahlan, Benny sudah belajar main saham sejak umur 19 tahun. Sejak masih SMA dengan menggunakan uang jajan dari ayahnya, si pewaris Batik Keris Solo. Disebutkan, MTN bukanlah satu-satunya transaksi antara Jiwasraya dan perusahaan Benny. Masih ada lagi transaksi lewat pasar modal, membeli saham Henson International yang juga dimiliki Benny. "Jiwasraya belanja saham Henson International ketika harganya Rp 1.300 per lembar. Sebanyak Rp 760 miliar.  Padahal setelah itu saham Henson terjun bebas. Ke dasar jurang yang paling dalam: tinggal Rp 50 per lembar. Hitung sendiri berapa ratus miliar uang Jiwasraya hilang," kata Dahlan.

Bisnis Tanah

Benny juga disebut Dahlan punya banyak tanah dan juga berbisnis jual beli tanah. Bahkan menurutnya, Benny memiliki 6.500 hektar lahan. "Benny sudah main tanah sejak muda sejak masih di Solo. Awalnya karena ia jengkel: setiap Batik Keris mau memperluas pabrik harga tanah di sebelahnya sudah naik. Maka Benny muda memutuskan agar Batik Keris sekalian saja beli tanah yang luas. Kapan pun mau memperluas pabrik tidak jengkel lagi," Menurut Dahlan, ternyata perkembangan Batik Keris tidak terus memerlukan perluasan pabrik. Jualan rumah dan tanah dianggap lebih cepat mendapat uang daripada jualan batik.