Seorang pria bernama Totok Santoso Hadiningrat mengklaim dirinya sebagai juru damai agung dengan nama Rangkai Mataram Agung, kemudian pria yang kini sudah ditangkap polisi itu, membuat Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Jawa Tengah.
Keraton Agung Sejagat mengklaim sebagai kerajaan baru memiliki ratusan anggota. Bahkan mereka menggelar Wilujengan atau Kirab Budaya beberapa waktu lalu yang videonya viral di media sosial.
Hasil penelusuran digital atau jejak rekam digital, ternyata Totok pernah membuat investasi nyeleneh di Yogyakarta pada tahun 2016.
Terkait investasi nyeleneh Totok ini diungkap salah satu mantan jurnalis media lokal di Yogyakarta, Kohar, mengungkapkan sepak terjang 'Sang Raja Agung Sejagat'.
Kohar mengatakan investasi Totok bernama Jogja Development Commitee (DEC). Meski tak begitu ingat wajah, tapi dia meyakini orang yang sama, yakni Totok.
“Saya sedikit lupa muka orangnya, tapi memang agak mirip (Totok),” ujar Kohar, Selasa (14/1/2020).
Kohar menjelaskan investasi yang ditawarkan Totok begitu menggiurkan, tetapi tidak masuk akal di mana anggota diminta menyetor sejumlah uang setiap bulannya dan dijanjikan menerima gaji sebanyak USD 100-200 per bulan.
Totok yang saat itu mengaku menjabat Dewan Wali Amanat Panitia Pembangunan Dunia Wilayah Nusantara Jogja DEC menyatakan langsung kepada calon nasabahnya.
“Dulu bilang ndakik-ndakik (bicaranya besar), bilang bank dari Swiss dari apa Esa Monetary Fund di Swiss,” ujar Kohar.
Pengikut bisnis investasi ini kebanyakan orang tua. Salah satu alasan untuk menyerahkan uang adalah untuk perdamaian dunia.
“Orangnya (anggota) menyerahkan sejumlah uang kalau tidak salah. Menyerahkan duit untuk perdamaian dunia nanti akan dapat dollar dari lembaga Swiss kalau tidak salah seperti itu,” ungkap Kohar.
Lebih lanjut Kohar menjelaskan, berita soal investasi tersebut tidak bertahan lama. Memang sempat muncul kabar investasi tersebut bodong, tetapi pada kenyataannya tidak ada pihak yang melapor sehingga berita itu pun menguap begitu saja.
“Itu nggak ada follow up. Berita sekali itu, follow up dua tiga kali dan tidak ada kelanjutannya. Hilang begitu saja karena juga tidak ada yang lapor polisi. Makanya kasusnya hilang dan hanya jadi sensasi sesaat,” papar Kohar.
Ditambahkan oleh seorang mantan jurnalis lain di Yogyakarta yang enggan disebutkan namanya juga masih ingat setiap anggota membayar sejumlah uang per bulan. Tapi dia tidak tahu berapa jumlah yang akan diperolehnya.
“Dulu sih belum ada korban karena kan baru asal join orang-orang. Belum ada pengumpulan uang pas itu,” ucapnya.
Sementara itu, Direktur Ditreskrimum Polda DIY Kombes Pol Burkan Rudy Satria menjelaskan hingga saat ini belum pernah ada korban yang melapor soal Jogja DEC. Namun, Burkan menilai bisnis investasi yang ditawarkan Jogja DEC tidak masuk akal.
Sebab, setiap orang ditawari masuk kelompok dengan iuran Rp 50 ribu per bulan mendapat penghasilan besar.
“Sejauh ini belum ada laporan (korban). Saya belum bisa mengatakan begitu (bahwa penipuan). Karena sampai sekarang belum pernah menangani kasus itu. Tetapi bisa jadi iya, karena tidak masuk akal yang ditawarkan,” kata Burkan saat dihubungi wartawan, Selasa (14/1/2020).
Burkan tidak berani memastikan Totok dari Jogja DEC adalah orang yang sama dengan Totok yang mengeklaim jadi raja di Purworejo. Pasalnya Burkan juga belum pernah bertemu Totok.
“Saya tidak berani memastikan orang tersebut adalah orang yang dulu sama, itu belum bisa memastikan,” ujarnya.
Seingat Burkan, Jogja DEC itu sempat berganti nama dengan logo mirip-mirip PBB. Polanya pun sama, anggota diminta iuran untuk mendapat gaji bulanan.
“Dan yang paling saya ingat yang ditawarkan hampir sama pasti harta Soekarno,” pungkasnya.